Selasa, 24 September 2024
Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Kenaikan Pajak Hiburan 40 hingga 75 Persen Dinilai Tak Rasional

Budiman

| Selasa, 16 Januari 2024

| 19:00 WIB

Ilustrasi Pajak Hiburan. Foto via Freepik.com

EKBISBANTEN.COM-Kenaikan pajak hiburan sebesar 40 hingga 75 persen dinilai aturan yang tak rasional. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Banten GS Ashok Kumar. 

Ia beralasan, aturan kenaikan tersebut bakal berdampak besar bagi  pariwisata yang berkaitan langsung dengan hiburan. Terlebih, sektor pariwisata saat ini sedang tumbuh, tak terkecuali di Banten, maka jangan di kerdilkan dengan kebijakan yang tak masuk akal. 

“Karena dampaknya besar, jika demikian, besok ada investor baru mau datang ga, apabila mau bikin hiburan yang high costnya tinggi. Kenaikan 40 rasionalistiknya ga masuk,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (16/1/2024). 

Seperti diketahui, aturan kenaikan itu terdapat dalam UU No 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Aturan tersebut menetapkan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) seperti makanan dan minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan.

Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa, ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. Tarif PBJT bakal ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda).

Aturan tersebut masih menuai polemik bagi kalangan pengusaha, sebab dinilai terlalu tinggi dan berimbas pada penghasilan mereka. 

Merespon aturan itu, Ashok melanjutkan, Pedangdut Inul Daratista pun, mengeluhkan hal yang sama. Ramai dalam pemberitaan, Inul khawatir aturan tersebut berdampak langsung bagi usaha karaoke yang sudah digelutinya bertahun-tahun. 

“Inul, Hotman Paris dan banyak lagi yang menolak. Inul sampai nangis-nangis, itu pun sudah naik 25 persen masih sepi, apalagi minimal 40 persen,” kata Ashok. 

Bahkan, Ashok berkelakar untuk sekalian saja dinaikkan 100 persen. “Kalau kenaikan 40 sampai 75 persen, mending 100 persen saja, biar tutup itu,” ujarnya. 

Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan, kata Ashok, kenaikan pajak  tidak mengakomodir pihak terkait, seperti Pentahelik Asosiasi Bisnis, Community, Goverment, Media (ABCGM) sehingga, ada kesan terlalu memaksakan.

“Padahal dibuat tahun 2022, kenapa baru ramai sekarang, harusnya  naiknya di persentase rasional sementara ini terlalu tinggi, harusnya dilakukan sosialisasi terlebih dahulu,” jelas Ashok.

Kendati demikian, Ashok tak anti kenaikan pajak, hanya saja harus ada ukuran yang jelas. Terlebih untuk hiburan yang setali dengan pariwisata. 

“Naik gak menolak, tetapi harus punya parameter, kalau naik 5 persen wajar. Parameternya bisa aja investasinya tumbuh, pendapatan pajak sudah bagus, harus lihat juga kemampuan daerah,” terangnya

Selain itu, kenaikan pajak hiburan juga tak harus serentak dilaksanakan, perlu bertahap untuk dibebankan kepada daerah. Bali misalnya, yang tulang punggung perekonomiannya jelas dari sektor wisata dan hiburan. Daerah lain seperti DKI Jakarta, kata Ashok, tentu kenaikan pajak hiburan harus berbeda dengan Banten. 

“DKI beda jaring pengamannya, UMK besar, perputaran uang dan PAD juga besar, bertahap saja, harus disesuaikan dengan daerah,” imbuhnya. 

Mengutip data Kementerian Keuangan, terjadi kenaikan signifikan atas pajak hiburan pada tahun 2023 sebagai bagian dari penerimaan pemerintah daerah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak hiburan sampai November 2023 meningkat 41,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022.

“Kontribusi ekonomi daerah seperti hotel, restoran mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi hingga November 2023 dibandingkan tahun 2022,” ujarnya. 

“Pajak hiburan naik 41 persen mencapai lebih dari Rp 2 triliun, pajak hotel tumbuh 46 persen mencapai Rp 8,5 triliun, restoran tumbuh 20 persen mencapai Rp 13,6 triliun,” pungkas Menkeu. 

Editor :Rizal Fauzi

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top