Adapun kata Syarfa Edi, salah satu hambatan yang dihadapi anggota Apersi saat ini kata dia, yakni perihal perbedaan kebijakan penerapan izin AMDAL atau Analisis Dampak Lingkungan antara kabupaten/kota di Provinsi Banten.
“Yang mana harapan kita di rakerda ini bisa mendapatkan solusi dari beberapa kendala teman-teman pengembang. Untuk saat ini khususnya di Kabupaten Tangerang sangat berdampak sekali (izin AMDAL). Karena memang di beberapa wilayah di Banten ini aturannya tidak sama,” katanya.
Contohnya kata dia, pengembang di Kabupaten Tangerang yang memiliki 300 unit rumah dengan luasan proyek lima hektar diwajibakan mengurus izin AMDAL.
“Nah ini sempet kita pertanyakan juga kenapa ini bisa berbeda? Di Kabupaten Serang sendiri AMDAL ini tidak berlaku. Di Kabupaten serang (izin) AMDAL itu untuk luasan 25 hektar baru dikenakan AMDAL,” katanya.
“Pertanyaan kita kenapa di provinsi yang sama dan kabupatennya yang berbeda aturannya bisa berbeda. Padahal tadi info dari Ketua Umum DPP Apersi untuk wilayah dan provinsi lain malah sama sekali luasan lima hektar itu tidak dikenakan AMDAL. Tadi dicontohkan juga seperti di Kalimantan, dan bahkan Papua yang membuat rumah khusus itu tidak dikenakan AMDAL untuk luasan segitu,” sambung Syafran Edi.
Lantaran penerapan izin AMDAL di tiap kabupaten/kota berbeda lanjut Syafran Edi, anggotanya banyak yang mengeluh karena sangat membebani para pengembang. Terlebih tamba dia, biaya mengurus AMDAL untuk luasan lahan lima hektar bisa mencapai ratusan juta.
“Kalau untuk rumah subsidi itu sangat berdampak. Karena biaya perizinannya sangat mahal sekali. Kurang lebih kalau kita kali lima hektar biayanya sekitar Rp500-700 juta. Jadi cukup tinggi. Kalau kita bagikan dengan total unit misalkan 300 hasilnya sangat berpengaruh sekali (membebani), sementara untuk rumah subsidi kan marginnya tidak banyak dan kita sama-sama tahu untuk hal itu,” katanya.