EKBISBANTEN.COM– Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan IV 2023 tercatat sebesar US$ 407,1 miliar dolar AS, atau tumbuh 2,7 persen (yoy).
Nilai tersebut meningkat dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya yang tumbuh 0,02 persen (yoy). Peningkatan tersebut terutama bersumber dari transaksi ULN sektor publik.
Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan, peningkatan posisi ULN pada triwulan IV 2023 dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk Rupiah.
“ULN pemerintah tetap terkendali serta dikelola secara terukur dan akuntabel. Posisi ULN pemerintah pada akhir triwulan IV 2023 sebesar US$ 196,6 miliar atau tumbuh 5,4 persen (yoy), meningkat dari pertumbuhan 3,3 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya,” ujarnya, dikutip Minggu (18/2/2024).
Meningkatnya ULN, kata Edwin, juga disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.
Kenaikan ULN pemerintah juga dipengaruhi oleh peningkatan penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan internasional, seiring sentimen positif kepercayaan pelaku pasar sejalan dengan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global.
Adapun penggunaan ULN, rinciannya ialah 23,7 persen dari total ULN Pemerintah untuk sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
Administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 18,9 persen, jasa pendidikan senilai 16,6 persen.
“Konstruksi 14,1 persen, jasa keuangan dan asuransi di 9,7 persen. Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total ULN pemerintah,” terang Edwin.
Kemudian untuk posisi ULN swasta pada akhir triwulan IV 2023 tercatat sebesar US$ 197,0 miliar, atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,9 persen (yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 3,5 persen (yoy).
“Kontraksi pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari lembaga keuangan dan perusahaan bukan lembaga keuangan yang masing-masing mengalami kontraksi sebesar 2,4 persen (yoy) dan 1,8 persen (yoy),” tukasnya.