Oleh: Francisca Yeni Widyaningsih, Penyuluh Pajak Ahli Muda KPP Madya Dua Tangerang
PEMERINTAH menerbitkan aturan baru terkait penyusutan, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2023. Kebijakan ini merangkum semua aturan yang ada menjadi satu aturan yang menyeluruh.
Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset. Dalam bahasa akuntansi, penyusutan diartikan sebagai alokasi yang sistematis atas nilai suatu Aset Tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang bersangkutan.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang penyesuaian pengaturan di bidang Pajak Penghasilan (PPh).
Sebelumnya, ketentuan penyusutan tertuang dalam beberapa aturan, antara lain: PMK-96/PMK.03/2009 tentang Jenis Harta Berwujud selain Bangunan, PMK-248/PMK.03/2008 tentang Amortisasi Bidang Usaha Tertentu, dan PMK-249/PMK.03/2008 sttd PMK-126/PMK.11/2012 tentang Penyusutan Bidang Usaha Tertentu.
Juga diatur dalam Perdirjen PER-20/PJ/2014 tentang Penetapan Masa Manfaat, PER-10/PJ/2014 tentang Saat Mulai Penyusutan, PER-21/PJ/2012 tentang Penetapan Masa Manfaat Bidang Usaha Tertentu, dan KEP-316/PJ./2002 tentang Amortisasi Software.
Banyaknya aturan tersebut kadang menimbulkan kebingungan atau malah ada aturan yang tidak diketahui Wajib Pajak, sehingga memungkinkan terjadi kekeliruan dalam menghitung penyusutan.
Selain itu, kadang juga mengakibatkan beda penafsiran, sehingga memungkinkan terjadi sengketa saat pemeriksaan. Bahkan berlanjut ke upaya hukum banding dan Peninjauan Kembali (PK).
Salah satu perbedaan penafsiran yang terjadi yaitu pada PMK-249/PMK.03/2008 sttd PMK-126/PMK.11/2012 tentang Penyusutan Bidang Usaha Tertentu.
Pada Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu, dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud, dalam bagian-bagian yang sama besar, selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
Kata “dapat” pada pernyataan tadi, bisa beda penafsiran, apakah suatu keharusan menggunakan metoda garis lurus atau pilihan.
Selain penyederhaan dan penyempurnaan, juga terdapat materi baru untuk penyelarasan pada laporan keuangan fiskal, yang menggambarkan laporan keuangan yang sebenarnya.
Aturan Penyempurnaan Penyusutan
Pertama, penambahan jenis usaha dan jenis harta, yang semula belum disebutkan, yaitu mesin pada industri pengolahan tembakau. Alat ini dimasukkan dalam kelompok 2 dengan masa penyusutan 8 tahun.
Aturan penyusutan untuk harta yang tidak ada dalam daftar kelompok, masa manfaatnya masuk ke kelompok 3 dan disusutkan 16 tahun tidak berubah.
Apabila telah disusutkan melebihi masa manfaat yang baru, nilai sisa buku pada 2022 harus disusutkan sekaligus pada 2023. Namun, jika penyusutan belum melebihi masa manfaat yang baru, nilai sisa buku pada 2022 disusutkan sesuai kelompok 2, dengan masa manfaat 8 tahun.
Kedua, penambahan satu bidang tertentu, yaitu usaha ternak cepat panen atau menghasilkan, setelah dipelihara kurang dari satu tahun. Model pembebanannya sekaligus atau disusutkan 2, 3, atau 4 tahun sesuai masa manfaatnya.
Selain itu ditegaskan bahwa wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu, melakukan penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat harta tersebut atau garis lurus.
Ketiga, penyesuaian pengaturan permohonan, yang semula dilakukan secara manual menjadi dapat dilakukan secara elektronik.
Kebijakan Penyusutan Terbaru
Pertama, pengaturan biaya perbaikan dengan masa manfaat lebih dari satu tahun, dibebankan melalui penyusutan harta berwujud bersangkutan. Jika setelah perbaikan dinilai tidak menambah masa manfaat, maka penyusutan dihitung berdasarkan sisa masa manfaat.
Namun untuk perbaikan yang menambah masa manfaat, maka penyusutan dihitung sesuai sisa masa manfaat, ditambah dengan tambahan masa manfaat perbaikan. Harta dengan tambahan masa manfaat harus disusutkan sesuai dengan kelompok masa manfaat.
Berbeda dengan harta berwujud lainnya, masa manfaat bangunan permanen setelah perbaikan dapat disesuaikan dengan masa manfaat sebenarnya. Biaya perbaikan yang dilakukan secara rutin, dibebankan langsung dalam laporan keuangan dan tidak menambah nilai buku.
Kedua, perlakuan pengakuan nilai sisa buku atas harta yang mendapatkan penggantian asuransi. Terhadap sisa buku tersebut, dibebankan sebagai kerugian. Sedangkan penjualan atau penggantian dari asuransi diakui sebagai penghasilan, serta pengakuannya dicatat pada tahun terjadinya penarikan harta.
Ketiga, mekanisme permohonan sehubungan dengan penundaan pengakuan nilai sisa buku akibat kerugian penggantian asuransi, diatur lebih lanjut dalam kebijakan ini.
Saat pengajuan klaim asuransi, kadang dibutuhkan waktu yang lama dalam investigasi kerugian, sehingga jumlah penggantian baru diketahui di masa kemudian.
Wajib pajak dapat mengajukan penundaan pengakuan kerugian dan membebankannya sesuai tahun pajak diterima penggantian dari asuransi.
Sedangkan untuk harta yang telah dijual sebelum penggantian asuransi diterima, nilai sisa buku yang akan dibebankan sebagai kerugian, dihitung dahulu dengan harga jual pada saat pengalihan harta.
Keempat, wajib pajak dapat memilih menyusutkan bangunan permanen selama 20 tahun atau lebih, sesuai masa manfaat yang sebenarnya, berdasarkan pembukuan dengan metode garis lurus.
Hal ini juga berlaku untuk harta tak berwujud, misalnya hak pengelolaan, paten, dan waralaba (franchise) yang sesuai dokumen lebih dari 20 tahun. Juga untuk harta yang dimiliki dan digunakan sebelum tahun 2022, sepanjang masih memiliki nilai sisa buku.
Untuk menggunakan ketentuan ini, wajib pajak harus menyampaikan pemberitahuan sebelum 30 April 2024.
Kebijakan yang baru merupakan penyederhaan regulasi. Wajib pajak dapat mengakses peraturan pelaksanaan penyusutan dengan lebih mudah.
Aturan ini juga untuk memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemudahan dalam penghitungan penyusutan, sehingga tidak lagi terdapat perbedaan pemahaman dalam penerapannya.
Selain itu, masa manfaat harta dapat dihitung sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga performa laporan keuangan menjadi lebih baik. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan nilai perusahaan dan daya saingnya.
Dengan demikian diharapkan semakin banyak perusahaan yang maju, mengembangkan jaringan bisnisnya, membuka lapangan kerja, dan berkontribusi membangun negara melalui pajak.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.