Jumat, 18 Oktober 2024
Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Sengketa Kepemilikan, 12 Pemilik Ruko di Sekitar Bekas Matahari Lama Cilegon Minta Keadilan

Budiman

| Minggu, 6 Oktober 2024

| 16:05 WIB

Kuasa Hukum Rumbi Sitompul berfoto bersama dengan pemilik ruko di Cilegon Plaza Mandiri ex Matahari Lama di Bintang Laguna, Sabtu, (5/10/2024). Foto: Budiman/Ekbisbanten.com.

Kronologi Sengketa Kepemilikan Ruko
Lokasi bekas Matahari Lama atau Cilegon Plaza Mandiri saat ini, merupakan hasil Ruislag atau Tukar Guling tanah antara PT. Genta Kumala dengan Pemkab Serang, dimana saat itu Kota Cilegon masih merupakan wilayah hukum di bawah Pemkab.

PT. Genta Kumala lalu telah menyerahkan tanah miliknya di Pasar Kranggot lama. Sebagai gantinya, perusahaan tersebut memperoleh tanah Cilegon Plaza Mandiri yang saat itu bekas Pasar Tradisional dengan Sertifikat HGB No. 107.

Pada saat sedang membangun ruko di Cilegon Plaza Mandiri, PT. Genta Kumala langsung memasarkan serta menjual ruko kepada masyarakat, termasuk kepada Sendy Tyas Wiharja, dkk dengan cara memecah Sertifikat HGB Induk No. 107 di setiap bangunan ruko.

Sendy Tyas Wiharja, dkk memperoleh ruko tersebut sekitar tahun 1992 hingga 1996 dengan cara membeli dari PT. Genta Kumala. Perusahaan tersebut saat itu diwakili Herman Susilo selaku Direktur Utama.

Pihak PT. Genta Kumala sama sekali tidak menjelaskan tentang adanya Hak Pengelolaan (HPL) di atas tanah itu.

Proses kepemilikan ruko itu, berdasarkan AJB yang sah, dibuat dihadapan Notaris / Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kala itu, Tahjawati Indra Moksen di wilayah Kab. Tingkat II Serang dan Kotip Cilegon.

Sebagian lagi, para pemilik ruko memperolehnya melalui proses pengalihan hak dengan cara membeli dari pemilik asal berdasarkan AJB yang dibuat dihadapan dua Notaris/ PPAT, yakni Hapendi Harahap dan Lily Iswanti Sujana.

Setelah proses jual beli selesai, PT. Genta Kumala menyerahkan masing-masing ruko sesuai pemiliknya. Ruko tersebut digunakan sebagai tempat usaha berupa toko, apotik, restaurant dan lain- lain. Para pemilik ruko setiap tahunnya juga membayarkan Pajak Bumi dan Bangunan.

Untuk mendukung usaha mereka, para pemilik ruko ada yang mengagunkan atau menjaminkan Sertifikat HGB nya ke bank. Masalah dimulai ketika pinjaman bank telah lunas, saat itu sertifikat HGB tersebut dicoret hak tanggungannya atau diroya di Kantor Pertanahanan / BPN.

Saat pemilik ruko menerima kembali lembar asli sertifikat mereka, ditemukan tambahan kata atau kalimat yang diketik pada lembaran Sertifikat HGB. Kata yang diketik, yaitu pada kolom huruf i) penunjuk, yang bertuliskan “ Di atas Hak Pengelolaan No.2 / Jombang Wetan”.

“Ketikan tambahan pada masing-masing sertifikat ini menimbulkan pertanyaan bagi klien saya. Klien saya juga heran, namun ketika ditanyakan kepada pihak BPN Cilegon, tidak pernah kita mendapatkan penjelasan dan keterangan yang memuaskan,” jelasnya.

Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2016, Tb. Iman Ariyadi yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Cilegon, mengundang para pemilik ruko untuk membicarakan masalah HGB di atas HPL ini.

Editor :Rizal Fauzi

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top