Administratif dan Faktual

Administratif dan Faktual

,

RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Untuk Indonesia Maju

Admin

| 9 Oktober 2021

| 21:37 WIB

SERANG, EKBISBANTEN.COM – Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU) memiiki enam kelompok pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai.

[adrotate group="5"]

Selain itu, RUU HPP juga menyangkut tiga hal utama yaitu asas dari perturan perpajakan, tujuan, muatan isi dan pemberlakuan. Tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi.

“Pemulihan ekonomi dan mengembalikan pertumbuhan membutuhkan banyak sekali pemihakan dan resources dan harus di design secara sangat hati-hati dan detail. Kita menggunakan semua hal instrumen yang ada di dalam pemerintahan, APBN, perpajakan baik pajak dan bea cukai, PNBP, belanja negara, belanja daerah,” jelas Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melalui keterangan tertulis, Jumat (8/10).

Ia juga menyampaikan pohaknya ingin UU itu mengoptimalkan penerimaan negara, mewujudkan sistem pajak yang berkeadilan dan memberikan kepastian hukum serta melaksanakan reformasi, administrasi serta kebijakan perpajakan yang makin harmonis dan konsolidatif untuk memperluas juga basis perpajakan kita di era globalisasi dan teknologi digital yang begitu sangat mendominasi.

“Dengan UU HPP, maka kita ingin terus meningkatkan sukarela kepatuhan wajib pajak,” Ujarnya.

Ia juga mengatakan tentang Kelompok Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yakni:

  1. Pemberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).
  2. Pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), selama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).
  3. Sinkronisasi dengan Undang Undang Cipta Kerja dalam penerapan sanksi administrasi perpajakan.
  4. Pengaturan asistensi penagihan pajak global.
  5. Kesetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding wajib pajak.
  6. Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding.
  7. Kuasa Wajib Pajak harus memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali Kuasa Wajib Pajak yang merupakan suami, istri, keluarga sedarah, atau semenda sampai dengan derajat kedua.
  8. Sinergi antar instansi pemerintah untuk melakukan pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan kerja sama. Kelompok Pajak Penghasilan Pemberian dalam bentuk natura yang dapat dibiayakan.
  9. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00.
  10. Pengaturan kembali penyusutan dan amortisasi.
  11. Pemberlakuan tarif PPh Badan menjadi 22% mulai Tahun Pajak 2022.
  12. Penyempurnaan upaya mencegah penghindaran pajak dengan menerapkan metode yang sesuai dengan international best practice.
  13. Penambahan kewenangan Pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam perjanjian multilateral.

Selanjutnya ia juga membagi Kelompok Pajak Penghasilan sebagai berikut.

  1. Pemberian dalam bentuk natura yang dapat dibiayakan.
  2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00.
  3. Pengaturan kembali penyusutan dan amortisasi.
  4. Pemberlakuan tarif PPh Badan menjadi 22% mulai Tahun Pajak 2022.
  5. Penyempurnaan upaya mencegah penghindaran pajak dengan menerapkan metode yang sesuai dengan international best practice.
  6. Penambahan kewenangan Pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam perjanjian multilateral

Ia juga mengatakan Perubahan lapisan dan tarif penghasilan kena pajak:

UU PPh RUU HPP Lapisan Tarif Rentang Penghasilan Tarif Rentang Penghasilan

Editor :Rizal Fauzi

Tags

Bagikan Artikel

Berita Terkait

Berita Terpopuler

Scroll to Top