“Sampai dengan hari ini kita ternyata pendapatannya baru mencapai sekitar Rp 60 milyar. Paling nambah nanti di atas tanggal 25 mereka (BPJS Kesehatan) janji mau bayar sekitar Rp 2,5 milyar. Jadi otomatis sekitar Rp 63 milyar, berarti kalau 63 dari 75 persennya itu kisaran hanya 80 persen,” kata Plt Wakil Direktur Keuangan dan Umum RSUD Kota Cilegon Ade Nuryani kepada Ekbisbanten.com, Jum’at (24/12/2021).
Menurut Ade Nuryani, sebelumnya target pendapatan RSUD Cilegon sebesar Rp 84 miliar. Namun karena pandemi Covid-19, target tersebut mengalami penyesuaian.
“Target pertama itu di reguler 2021 itu targetnya itu Rp 84 milyar, tapi di perjalanan pas Oktober itu gak sampai, sehingga dengan pesimis nilai itu gak akan tercapai kita minta turun dari 84 di Anggaran Belanja Tambahan (ABT) itu disesuaikan targetnya menjadi 75 milyar,”
“Kita sih sebenernya dengan optimisme prediksi perhitungan kita itu tercapainya hanya sekitar Rp 70 milyar malah, tapi di ACC akhirnya okelah Rp 75 milyar,” sambung Ade.
Selain faktor pandemi, Ade melanjutkan, belum tercapainya target pendapatan pada 2021 lantaran kunjungan pasien ikut menurun.
“Yang pertama turun drastis ini adanya di tahun pandemi ini 2020-2021. 2019 kita masih bagus tuh, karena 2019 belum ada cerita pandemi. RSUD itu kan dijadikan rujukan untuk perawatan pasien covid, otomatis masyarakat jadi takut. Takut tertular intinya,” jelasnya.
Ketakutan masyarakat terhadap pandemi Covid-19 akhirnya mempengaruhi jumlah pasien yang biasanya datang ke RSUD Kota Cilegon untuk melakukan perawatan medis.
Ade mengungkapkan, setidaknya dirinya mencatat perbandingan pasien yang melakukan rawat inap dan rawat jalan di tahun 2019 dengan tahun 2021 terpaut sangat jauh.
“Perbandingan pasien jauh banget. Jangan ambil yang tahun 2020 karena pandemi, 2019 belum ada pandemi kita rawat inap aja 15 ribuan selama setahun, sekarang sampai dengan kemarin itu cuma 5.500, berarti cuma sepertiganya, sekitar 60 persen turunnya untuk rawat inap. Yang untuk rawat jalan 2019 pasiennya itu bisa sampai 100 ribu, sekarang cuma 40 ribu,” ungkapnya.**
Kemudian, Ade membeberkan pemberlakuan rujukan berjenjang oleh BPJS Kesehatan sejak 2017 juga turut menyumbang sebab tidak tercapainya target pendapatan RSUD Kota Cilegon.
Pasalnya, dikatakan Ade, pemberlakuan sistem tersebut membuat pasien tidak bisa semerta-merta langsung dirujuk ke RSUD Kota Cilegon.
“Kalau dulu sebelum ada aturan itu bebas saja pasien BPJS, sekarang gak boleh. Jadi dengan rumah sakit dengan sistem berjenjang itu ditangani di puskesmas dulu, kalau puskesmas gak bisa ke rumah sakit tipe C dulu, nanti kalau di tipe C gak bisa ditangani baru di rujuk ke rumah sakit tipe B,” terangnya.
“Otomatis kan jadi semua sekarang rumah sakit swasta banyak nih, rumah sakit swasta itu rata-rata tipe C dan mereka lebih nyaman. jadi otomatis, dan BPJS sudah bekerjasama dengan seluruh rumah sakit swasta, pasti ada lah. Jadi akhirnya RSUD bukan satu-satunya pilihan rumah sakit untuk dirawat BPJS, tapi banyak,” imbuh Ade.
Meski begitu, Ade mengaku pihaknya terus berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap pasien yang datang, dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan RSUD Kota Cilegon.
“Makanya tadi untuk menarik minat masyarakat upayanya sudah banyak, gimana caranya bangunan rumah sakit itu supaya nyaman, tetapi dari segi mutu pelayanan ditingkatkan karena tipe rumah sakit C kan dia tidak terlalu spesialistik, sehingga nanti RSUD dapat menerima rujukan dari mana saja,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Cilegon Faturohmi menambahkan penyebab lain yang membuat target pendapatan RSUD Kota Cilegon tidak tercapai.
Menurutnya, selain karena efek pandemi Covid-19 dan pemberlakuan rujukan berjenjang juga karena sarana penunjang di RSUD Kota Cilegon tidak aktif.
“Makanya kita kemarin rekomendasikan agar itu segera diperbaiki, termasuk ada beberapa peralatan medis lainnya yang kita minta segera diadakan di 2022,” ujarnya.***
]]>