Oleh : Dedi Kusnadi (Pegawai Direktorat Jenderal Pajak)
PENGHASILAN Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan neto untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak, sedangkan Daftar Unit Keluarga (DUK) berisi informasi rinci kepala keluarga dan seluruh anggotanya, baik yang diperhitungkan sebagai PTKP maupun tidak.
Aturan PTKP pertama kali diberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Kemudian beberapa kali dilakukan penyesuaian, terakhir ditetapkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Besaran PTKP bervariasi sesuai dengan kondisi keluarga yang menjadi tanggungannya. Untuk wajib pajak sendiri atau status masih lajang, nilainya sebesar Rp54 juta. Namun jika yang bersangkutan menikah (status kawin), maka akan mendapatkan tambahan Rp4,5 juta. Jumlah PTKP-nya menjadi Rp58,5 juta.
Nilainya akan semakin besar jika ia memiliki tanggungan. Untuk setiap tanggungan, wajib pajak akan mendapatkan tambahan PTKP sebesar Rp4,5 juta per orang, paling banyak 3 orang.
Namun, anggota yang menjadi tanggungan harus keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat. Mereka antara lain: bapak, ibu, anak kandung, mertua, dan anak tiri.
Syaratnya, anggota keluarga yang menjadi tanggungan adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan, dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib pajak.
Lain halnya jika wajib pajak memiliki istri yang penghasilannya digabung dengan suami. Jumlah pengurang penghasilannya ditambah lagi Rp54 juta.
Sehingga jumlah PTKP maksimal jika wajib pajak status kawin, memiliki istri bekerja yang penghasilannya digabung dengan suami, dan punya tanggungan 3 orang adalah sebesar Rp126 juta.
Sebagai contoh, wajib pajak memiliki penghasilan rata-rata Rp5 juta per bulan atau Rp60 juta setahun. Jika ia masih lajang, PKTP-nya hanya Rp54 juta, maka yang bersangkutan wajib membayar pajak sebesar (Rp60 juta – Rp54 juta) dikali tarif Pajak Penghasilan (PPh) 5 persen, sama dengan Rp300 ribu per tahun.
Namun jika yang bersangkutan memiliki istri dan tanggungan satu anak, maka PTKP-nya menjadi Rp63 juta. Sehingga penghasilan yang bersangkutan tidak dikenai pajak, karena nilainya masih di bawah PTKP.
Untuk mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan dari PTKP, wajib pajak harus melaporkan seluruh anggota keluarga yang menjadi tanggungan ke dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya.
Daftar Unit Keluarga
Kebijakan DUK mulai diperkenalkan sejak terbitnya UU HPP, mengikuti ketentuan berlakunya penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Daftar ini berisi kumpulan informasi tentang kepala keluarga dan semua anggotanya, yang tergabung dalam satu kesatuan ekonomi.
Satu kesatuan ekonomi memiliki konsekuensi bahwa penghasilan dan kerugian dari seluruh anggota keluarga, digabungkan menjadi satu dan dikenai pajak hanya sekali. Pemenuhan kewajiban pajaknya pun cukup dilakukan oleh kepala keluarga.
Manfaat penggunaan DUK antara lain: penghasilan yang diperoleh istri dari satu pemberi kerja, tidak diperhitungkan lagi dalam menghitung pajak dalam satu keluarga. Selain itu, daftar ini dapat menjadi acuan penentu besarnya PTKP.
Dalam beberapa kondisi, satu keluarga dapat memiliki 2 DUK. Hal ini terjadi apabila kewajiban pajak dilaksanakan secara terpisah, karena keadaan sebagai berikut:
Pertama, suami-istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim. Kedua, adanya perjanjian pisah harta dan penghasilan, yang dikehendaki oleh suami-istri berdasarkan perjanjian. Serta Ketiga, istri menghendaki menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sendiri.
Kondisi tersebut mengharuskan istri memiliki DUK sendiri, terpisah dengan suaminya. Namun suami-istri tersebut tetap masih merupakan satu keluarga.
Komposisi DUK pun bermacam-macam sesuai kondisi masing-masing. Untuk pria status kawin, isinya meliputi data seluruh anggota keluarga yang tercantum dalam Kartu Keluarga (KK), serta data tanggungan menurut kondisi sebenarnya namun berada pada KK lain.
Sedangkan untuk wanita status kawin yang memiliki NPWP sendiri, isinya meliputi data wajib pajak sendiri dan data tanggungan menurut kondisi sebenarnya.
Khusus untuk pria atau wanita belum kawin yang memiliki NPWP sendiri, isi DUK meliputi data wajib pajak sendiri dan data tanggungan menurut kondisi sebenarnya, walaupun berada pada KK lain.
Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas hubungan DUK dan PTKP, dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Misal, keluarga Bapak Ihsan memiliki anggota keluarga dan tanggungan dengan rincian:
Pada KK pertama, ada istri bernama Ibu Rizki, pekerjaan wiraswasta, memiliki NPWP sendiri, dan memilih melakukan pisah harta.
Juga ada anak ke-1 bernama Yusuf, sudah bekerja, anak ke-2 bernama Panji, masih sekolah, dan adik kandung bernama Abdul, sudah bekerja.
Sedangkan pada KK kedua, ada ayah mertua bernama Iyus, tidak bekerja, dan adik ipar bernama Bily, masih sekolah.
PTKP Bapak Ihsan yang digunakan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi adalah K/I/2, sedangkan PTKP yang digunakan oleh pemberi kerja dalam melakukan pemotongan PPh adalah K/2.
Rincian anggota keluarga yang menjadi tanggungan, yakni: istri (Ibu Rizki), anak ke-2 (Panji), dan ayah mertua (Iyus).
Namun, anggota lainnya tidak masuk dalam komponen PTKP, karena anak ke-1 (Yusuf) sudah bekerja, adik kandung (Abdul) tidak dalam garis keturunan lurus, dan adik ipar (Billy) juga tidak dalam garis keturunan lurus.
PTKP milik Ibu Rizki yang digunakan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi adalah K/I/2.
Untuk isi DUK Bapak Ihsan meliputi semua anggota keluarga dan tanggungan, baik yang tercantum di KK pertama maupun KK kedua. Namun, isi DUK Ibu Rizki hanya dirinya sendiri.
Wajib pajak dapat melakukan pembaruan DUK melalui aplikasi djponline, dengan cara memilih Profil, lalu pilih menu Anggota Keluarga. Selanjutnya pilih data keluarga yang ingin diperbarui.
Untuk melalukan perubahan atau menambah anggota baru, wajib pajak harus memasukkan data nama, NIK, nomor KK, tempat lahir, tanggal lahir, status hubungan keluarga, dan perkerjaannya.
Setelah menekan tombol Validasi, sistem akan secara otomatis melakukan penelitian data-data tersebut, disandingkan dengan informasi yang ada di Ditjen Dukcapil.
Secara sederhana, tidak semua anggota keluarga yang terdapat dalam DUK menjadi unsur penentu besarnya PTKP, namun semua tanggungan yang masuk dalam PTKP harus terdaftar dalam DUK.
Jika wajib pajak alpa mendaftarkan anggota keluarganya dalam DUK, maka secara otomatis yang bersangkutan tidak dapat diakui sebagai bagian anggota keluarga yang menjadi tanggungan, dan tidak dapat menjadi unsur penentu besarnya PTKP.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.