Minggu, 8 September 2024
Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Pengamat Sebut Politik Uang Ciderai Demokrasi

Budiman

| Kamis, 4 Januari 2024

| 19:00 WIB

Para pengamat dari kanan ke kiri, Fisip Untirta Leo Agustino, Presidium KMSB Uday Suhada, Hukum Untirta Nuryati Solapari di Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Banten, Kamis (4/1/2024). Foto: Dokumentasi Pokja Wartawan Banten.

SERANG, EKBISBANTEN.COM- Pengamat dari Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) Uday Suhada, menyebut politik uang menciderai demokrasi. 

Praktik yang diharamkan itu, kata Presidium KMSB, kini semakin masif, hal itu karena pesta demokrasi kian dekat serta hal apapun bakal dilakukan untuk menang. 

Menurutnya, untuk menjadi terpilih tidaklah harus menggunakan uang, melainkan bisa dengan menempuh tahapan-tahapan yang ada.

Ia meminta agar masyarakat untuk menolak dan jangan memilih calon pemimpin yang menggunakan politik uang.

“Yang ideal, jangan terima, jangan pilih. Menciderai nilai-nilai demokrasi, karena itu racun,” tegas Uday dalam pemaparannya lewat diskusi Politik Pokja Wartawan Provinsi Banten, Curug, Kota Serang, Kamis, (4/1/2023).

Senada dengan Uday, pengamat dari FISIP Untirta Leo Agustino mengungkapkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilu. Di antaranya kata dia, soal keberadaan partai politik (parpol). 

Menurutnya, parpol tak mencerminkan partai politik yang seharusnya. Sebab, mereka hadir hanya saat Pemilu, usai itu, para parpol menghilang. Hal itulah yang memberikan luka kepada pejuang-pejuang demokrasi yang ada di Indonesia.

Merespon itu, pengamat Hukum dari kampus yang sama, Nuryati Solapari mengatakan, masyarakat perlu diajarkan untuk menolak politik uang.

“Menolak politik uang dan orangnya. Jika diawali dengan curang dan culas bagaimana mau maju,” katanya.

Kemudian pengamat Politik UIN SMH Banten M. Zainor Ridho, menitikberatkan pada peran-peran masyarakat tertentu yang bisa meminimalisir terjadinya politik uang. Setidaknya ada tiga aktor yang bisa melakukan tersebut.

Pertama adalah politisi atau peserta pemilu, kedua administrator atau birokrasi seperti jajaran KPU dan Bawaslu, ketiga tokoh agama, jawara, serta kepala desa.

Selanjutnya, Sekjend Apdesi Banten, Rafik R Taufik membeberkan fakta yang terjadi di lapangan menjelang Pemilu. Ia membenarkan bahwa praktik politik kerap muncul setiap saat.

“Saya kurang sepakat serangan fajar. Faktanya serangan pagi, malam dan fajar itu lengkap ada di desa,” katanya.

Menurutnya, masyarakat desa menjadi penikmat dengan praktik politik uang yang sulit dikendalikan.

“Masyarakat menjadi objek untuk kepentingan politik. Sebab, soal pemilih itu ada dua, pertama ideologis dan pragmatis. Dan Itu fakta yang ditemukan di desa saya,” tukasnya.

Editor :Rizal Fauzi

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top