EKBISBANTEN.COM – Mulai Januari 2024, pembuatan bukti potong pajak penghasilan (PPh) karyawan dan pelaporannya mengikuti ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Nomor PER-2/PJ/2024.
Peraturan ini berisi tentang bentuk dan tata cara pembuatan bukti pemotongan Pajak, serta mekanisme penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21/26.
Otorita pajak telah menyediakan aplikasi pembuatan bukti potong secara elektronik bernama e-Bupot 21/26. Perangkat ini tersedia di laman pajak.go.id menggunakan hak akses pada djponline.
Syarat e-Bupot PPh 21/26
Syarat penggunaan aplikasi e-Bupot 21/26 sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (3) pada peraturan tersebut, antara lain: sistem ini khusus untuk membuat bukti potong dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam 1 masa pajak, serta bukti potong bulanan.
Juga untuk membuat bukti potong bulanan atau tahunan bagi pegawai tetap atau pensiunan, yang menerima uang pensiun berkala dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam 1 masa pajak, serta untuk melakukan penyetoran pajak dengan surat setoran pajak (SSP) atau bukti pemindahbukuan (Pbk) dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam 1 masa pajak.
Bagi pemotong yang pertama kali mengakses akun DJPOnline maka terlebih dahulu harus memiliki Elektronik Filing Identification Number (EFIN). Selanjutnya untuk mengirim SPT Masa PPh Pasal 21 dalam e-bupot PPh 21/26 maka pemotong diberikan pilihan untuk validasi pengirimannya yaitu menggunakan sertifikat elektronik atau melalui pesan singkat dalam One Time Password (OTP).
Aktivasi e-Bupot PPh 21/26
Sebelum menggunakan aplikasi, pemberi kerja wajib mengaktifkan fitur layanan pada akun djpoline. Kemudian memilih menu “Profil”, lalu “Aktivasi Fitur”, dan pilih “e-Bupot 21/26”. Pada bagian bawah kanan, pilih “Ubah Fitur Layanan”.
Selanjutnya aplikasi e-bupot 21/26 akan aktif dan laman akan tertutup otomatis. Untuk melanjutkannya, lakukan login kembali di aplikasi tersebut.
Ketika membuat bukti potong, pemberi kerja harus mengisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) para penerima penghasilan. Jika mereka tidak memiliki NPWP, maka wajib memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai ganti NPWP.
Meskipun yang digunakan sebagai identitas hanya NIK, namun tarif pajaknya tetap sama. Ketentuan perbedaan tarif lebih tinggi 20 persen tidak akan berlaku. Namun sebaliknya, jika NIK yang digunakan tidak valid dan tidak terbaca dalam sistem DJP, maka pembuatan bukti potong tidak bisa dilakukan.
Bukti Pemotongan dan SPT Masa
Dalam pembuatan bukti potong PPh Pasal 21/26, pemberi kerja mengisi data jumlah penghasilan bruto selama satu bulan. Juga wajib memasukkan data status perkawinan karyawan. Data ini digunakan sebagai dasar penentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Aplikasi ini akan menghitung besarnya pajak yang akan dipotong secara otomatis. Hal ini berguna agar terhindar dari kesalahan hitung dan kesesuaian penerapan tarif pajak.
Untuk perusahaan yang memiliki karyawan dalam jumlah banyak, input data pada aplikasi dapat dilakukan melalui sarana impor data. Namun sebelumnya, data mentah harus dituangkan dalam formulir template impor excel, yang tersedia di aplikasi dan dapat diunduh secara gratis.
Selanjutnya, wajib pajak dapat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dan sekaligus membuat kode billing melalui aplikasi ini juga.
Jika pajak yang kurang dibayar sudah disetor, maka pemberi kerja wajib menginput Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sebagai bukti pembayaran.
Perekaman NTPN dilakukan dengan cara memilih menu “Rekam Bukti Penyetoran”, lalu pilih menu “Penyiapan SPT Masa PPh Pasal 21/26”.
Batas akhir penyetoran pajaknya adalah tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu penyampaian SPT Masa-nya paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak.
Jika batas akhir pembayaran dan pelaporan bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran dan pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
Hari libur yang dimaksud termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum dan cuti bersama nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Selanjutnya isi formulir SPT Masa dengan mencantumkan penandatangan. Lalu pilih menu “Simpan dan Kirim SPT”.
Dengan terkirimnya SPT, maka kewajiban pemberi kerja sebagai pemotong PPh Pasal 21/26 sudah terpenuhi.
Meskipun sudah menggunakan aplikasi e-Bupot 21/26, namun program e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 masih dapat diakses dan digunakan untuk pelaporan SPT Masa sebelum Januari 2024.
Aplikasi e-Bupot 21/26 memberi kemudahan bagi wajib pajak dalam melakukan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 dan menghindari kemungkinan salah hitung.
Untuk menjaga kerahasiaan data pemotong pajak, aplikasi ini dilengkapi dengan fitur user perekam. Pemberi kerja dapat mendaftarkan lebih dari satu user perekam.
Pendaftaran user dilakukan dengan cara menginput nama lengkap petugas, dilengkapi dengan NPWP, alamat surat elektronik dan kata kunci yang bersangkutan.
Sistem ini diterapkan untuk membangun sistem administrasi perpajakan yang cepat dan tepercaya, serta mempermudah wajib pajak dalam menunaikan kewajibannya.
Penulis adalah Penyuluh Pajak KPP Pratama Tangerang Barat. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.