JAKARTA, EKBISBANTEN.COM – Kondisi pandemi yang masih belum mereda, membuat banyak sektor menjadi tidak menentu dan sulit untuk dapat diprediksi secara pasti.
Di sektor perumahan, khususnya pasar sekunder, tekanan terhadap harga rumah lebih tinggi dibandingkan pasar perumahan primer. Beberapa harga dipasarkan dibawah harga pasar bahkan di wilayah-wilayah elit di Jakarta.
Menanggapi banyaknya info yang beredar mengenai anjloknya pasar sekunder sampai 50%, Ali Tranghanda, CEO dan founder Indonesia Property Watch mengatakan bahwa tidak sepenuhnya hal itu benar. Di beberapa titik lokasi memang terjadi tingkat penawaran harga rumah yang terkoreksi sampai 50% dari harga pasaran setempat, tapi masih dalam skala terbatas.
Berdasarkan riset dan tanggapan di lapangan dari para broker, tidak semua rumah tersebut sudah terjadi transaksi. Ada yang sudah terjadi transaksi ada yang belum terjadi transaksi. Kondisi bangunan tua diperkirakan lebih rentan terhadap koreksi harga yang terjadi saat ini. Namun demikian harga tersebut tidak dapat menjadi patokan koreksi harga pasar secara menyeluruh.
“Memang terjadi koreksi harga di beberapa titik dapat mencapai 30%-50%, namun masih dalam skala terbatas, artinya tidak semua rumah dalam satu wilayah harganya jatuh sampai 50%. Dari semua jumlah unit yang terjadi transaksi mungkin hanya 1 atau 2 unit yang terkoreksi cukup tinggi. Jadi bila ada 1 unit rumah yang terkoreksi 50% dibandingkan puluhan rumah yang terjual selama sebulan, maka tidak menjadikan harga rumah secara rata-rata jatuh 50%,” kata Ali dalam keterangan tertulis, kemarin.
“Apalagi bila itu terjadi hanya di wilayah tertentu dibandingkan semua wilayah di DKI Jakarta. Secara rata-rata koreksi harga yang terjadi masih aman di kisaran 2,85% untuk keseluruhan Jakarta. Jadi kita harus hati-hati memberikan pernyataan bahwa harga jatuh 50%. Jika benar seperti itu maka property dalam kondisi bahaya. Tapi kondisi saat ini relatif masih belum ke arah sana. Meskipun terkoreksi, pasar perumahan sekunder masih aman,” sambung Ali.
Merujuk data survey dari Indonesia Property Watch, sepanjang tahun 2020 memang terjadi tekanan harga rumah terkontraksi rata-rata 2,85%, wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Utara menjadi wilayah yang mengalami koreksi harga tertinggi. Bahkan tipe rumah segmen besar di wilayah ini diperkirakan terjadi koreksi rata-rata 5,55% dengan koreksi paling tinggi mencapai 27,99%.
Koreksi harga rata-rata ini paling tinggi selama 10 tahun terakhir.
Namun demikian melihat perkembangan di awal 2021, koreksi harga di pasar sekunder terlihat mulai mereda. “Koreksi harga banyak terjadi di semester II tahun 2020, namun memasuki awal tahun 2021 koreksi harga yang terjadi mulai mereda dan tidak meluas. Namun perlu diwaspadai kemungkinan adanya koreksi yang tinggi lagi pada triwulan 3 tahun 2021, dikarenakan kondisi adanya pengetatan PPKM dan ketidakpastian yang tinggi karena pandemi. Bila berkelanjutan masa daya beli masyarakat akan semakin terpuruk dan koreksi harga bisa lebih tinggi dibandingkan yang terjadi sebelumnya. Bahkan dengan harga koreksi pun bisa saja belum tentu terjual karena daya beli pun semakin menurun,” lanjut Ali.
Tidak sedikit juga pembeli yang memang menunggu untuk membeli harga rumah dengan harga yang terkoreksi. Namun perlu dicatat bahwa koreksi harga belum sepenuhnya menggambarkan bahwa harga rumah jatuh. Karena dari beberapa obyek yang dianalisis memerlihatkan meskipun terjadi koreksi harga, namun harga tersebut sebenarnya kembali ke harga pasar 2-3 tahun sebelumnya.
Artinya tidak harga yang terbentuk memang sudah over value kembali ke harga normal dan membuat pasar mencapai keseimbangan baru. Artinya lagi, bila mereka membeli rumah tersebut 3-4 tahun sebelumnya, harga rumah masih mencatat kenaikan meskipun tipis. Pembeli akan merasakan koreksi harga ketika dia membeli rumah tersebut di harga yang sudah over value. Karenanya ketika kita bisa investasi properti, haruslah dalam kontek jangka panjang. Namun tetap hal ini perlu diwaspadai terkait kondisi terkini seperti saat ini yang berpotensi pasar perumahan sekunder akan semakin tertekan bila kondisi pandemi terus berkelanjutan. (*/ismet)
]]>