Kamis, 21 November 2024
Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Kontestasi Pilkada 2024 Harus Jadi Momentum Pemimpin Yang Ramah Anak dan Perempuan

Ahmad Subhan

| Senin, 22 Juli 2024

| 06:32 WIB

Ahmad Subhan adalah Dosen STIA Banten, Sosial Worker, dan Ketua Pandeglang Care Movement. (Foto: Dok. Pribadi)

Oleh: Ahmad Subhan

SETIAP tanggal 23 Juli, Indonesia memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Diinisiasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA RI).

Sebelumnya, aturan mengenai kesejahteraan anak tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979. Nah peringatan Hari Anak Nasional berkaitan dengan terbitnya Undang-undang ini.

Apakah Momentum Hari Anak akan dijadikan ajang seremonial saja?

Dalam upaya turut memberdayakan perempuan dan perlidungan anak, Seorang Pemimpin harus menerapkan pendekatan sosial/budaya. Yang disentuh persoalan pokok yang dihadapi perempuan dan keluarga dalam kehidupan ekonominya. Oleh karena persoalan perempuan dan anak-anak banyak terjadi di pedesaan program pengentasannya banyak juga tertuju ke pedesaan. Bantuan itu diarahkan untuk empat jalur pengabdian yakni di sektor pendidikan, kesehatan, air sanitasi dan lingkungan, serta peningkatan ekonomi keluarga.

Menurut Pether Sobian dalam buku Pemimpin dan Kepemimpinan (2022), pemimpin adalah orang yang memimpin. Sedangkan kepemimpinan adalah perihal memimpin. Pemimpin adalah satu atau beberapa orang yang memiliki kemampuan untuk mengatur kelompoknya agar bisa bekerja sama mencapai tujuan yang diinginkan.

Tapi apakah Pemimpin hari ini yang akan memimpin dalam kontestasi Pilkada, Pilgub terutama Di Banten dan khususnya di Pandeglang akan keberpihakan kepada Perempuan dan anak di kedepankan?. Itu yang harus dijawab Seorang Pemimpin.

Penulis belum melihat adanya komitmen bersama dari para calon yang mempunyai jelas secara visi dan misinya akan keberpihakan kepada perempuan dan anak termasuk calon pemimpin perempuan itu sendiri sekalipun.

Padahal angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banten sangat mengerikan terjadinya 626 kasus kekerasan terhadap anak di Banten membuat provinsi Banten menduduki peringkat keenam di Indonesia. Angka ini terdiri dari 196 korban laki-laki dan 516 korban perempuan.

Dari berbagai jenis kekerasan yang terjadi, kekerasan seksual adalah hal yang paling sering. Angkanya mencapai 363 kasus, diikuti kekerasan psikis sebanyak 154 kasus, kekerasan fisik 147 kasus dan sisanya disebabkan oleh kasus kekerasan lainnya. Data ini diungkap dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) periode 2024.

Apakah angka tersebut belum menyentuh nurani kita? Atau Para Pemimpin kita?

Ditinjau berdasarkan tempat kejadian, jumlah kekerasan anak paling sering terjadi di rumah tangga yakni mencapai 313 kasus. Jumlah korban kekerasannya pun paling banyak terjadi di rumah tangga yakni mencapai 348 anak.
Dari sisi usia, anak dengan rentang usia 13-17 tahun menjadi kelompok yang paling banyak ditemui mengalami kekerasan yakni tercatat 375 kasus. Dilihat dari pelakunya, kekerasan anak di Banten paling banyak dilakukan oleh pacar atau teman dengan jumlah 144 kasus. Sementara, 127 kasus dilakukan orangtua. Kekerasan anak paling banyak dilakukan oleh laki-laki yakni 372 kasus, sedangkan perempuan 91 kasus.

Lantas Bagaimana akses informasi yang terdapat di setiap lembaga yang tersangkutan terkait dalam penanganan kasus kekerasan seksual apakah sudah terintegrasi?

Melihat data di atas yang penulis olah, maka kasus kekerasan anak di Provinsi Banten memang tinggi. Korbannya rata-rata memasuki usia remaja dan mayoritas mengalami kekerasan seksual.

Maka, perlu dilakukan edukasi mengenai pencegahan kekerasan. Di antaranya melalui pelatihan kecakapan hidup. Hal tersebut bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan kecakapan hidup remaja berkaitan dengan upaya melindungi diri dari kekerasan.

Budaya Patriarki

Maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah salah satu faktornya disebabkan masih adanya persepsi yang salah tentang perempuan dan anak. Diantaranya, perempuan dianggap makhluk lemah dan tak mampu berbuat apa-apa, perempuan urusannya hanya di dapur saja, perempuan kelas dua dibanding laki-laki. Begitupun dengan anak, anak dianggap milik orang tua dan orang tua punya hak untuk memperlakukan anak sesuai dengan keinginannya.

Sosialisasi Tentang Perempuan dan Anak

Sosialisasi perempuan dan anak menjadi hal penting bagi Calon Para Pemimpin yang akan berkontestasi dalam Pilkada/Pilgub 2024. Karena permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak begitu kompleks. Undang-undang juga sudah mengamantkan ada perlakuan yang sama terhadap perempuan dan laki-laki. Ada tanggung jawab yang sama untuk melindungi HAM Perempuan, tanggungjawab pemerintah, Pemda untuk bersama-sama mengupayakan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Tapi ini masih jauh panggang dari pada Api.

Sosiologis

Jika kita melihat pertimbangan sosiologisnya banyak perempuan dan anak yang mengalami hambatan, diskriminasi, pelabelan, dan stereotype yang sifatnya negatif terhadap perempuan dan anak. Tidak adanya ruang berpartisipasi bagi perempuan dan anak. Hambatan ini menyebabkan pembunuhan karakter terhadap perempuan dan anak yang tidak bisa menikmati hak asasinya seperti yang sudah diamanatkan undang-undang.

Kepada Calon Pemimpin, seharusnya pemberdaya perempuan dan perlindungan anak memiliki program untuk peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak. Bukan hanya untuk dijadikan ajang Kampanye Politik saja dan harus sejalan dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo yang memberikan kesempatan bagi perempuan untuk bersama-sama berkiprah dalam pembangunan bangsa dan menghapus diskriminasi terhadap perempuan ataupun anak.

Meskipun saat ini sudah ada dan tersedia sedemikian banyak instansi layanan dan pengaduan bagi korban, akan tetapi saya meyakini, masih banyak kasus-kasus serupa yang tidak terungkap dan diketahui oleh berbagai Layanan tersebut dan juga Negara. Hal ini dimaklumi, mengingat keberpihakan kepada korban tidak lebih baik dari perlakuan hukum kepada pelaku.

Dengan meningkatnya pemahaman serta menguatnya perhatian para pihak di dalam keluarga terhadap bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak akan menjadi batas atau dinding pemisah yang tegas antara melakukan tindak kekerasan ataukah melindungi hak-hak para perempuan dari kekerasan sekaligus menghancurkan relasi kuasa timpang antara keduanya yang telah membudaya selama ini.

Penulis berharap kepada Calon Pemimpin, Sudah saatnya persepsi yang salah kita rubah dalam melaksanakan upaya perlindungan perempuan dan anak dan budaya patriarki agar lebih inklusif, keberpihakan terhadap korban, pemberian keyakinan, keamanan, kenyamanan, pelayanan maksimal serta pemberian restitusi bagi korban haruslah dilakukan setegak-tegaknya. Agar kepemimpinan yang anda jalani bisa dipertanggung jawabkan kelak.

Agar kelak mereka, para korban dapat lebih merasa terbantu, para pelaku mendapatkan hukuman yang maksimal, sehingga menjadi satu informasi kepada masyarakat umumnya dan para pelaku, agar tidak ada lagi terjadi kasus-kasus sejenis dikemudian hari. Wallahu’alam.

“Tanya Negara, Apakah Kita Perlu mempersenjatai anak-anak kita” ?

Selamat Hari Anak Nasional 23 Juli 2024

Penulis adalah: Dosen STIA Banten, Sosial Worker, Ketua Pandeglang Care Movement

Editor :Ismatullah

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top