Hal itu disampaikan Munafrizal Manan selaku Komisioner Komnas HAM RI yakni, Wakil Ketua Bidang Komnas HAM RI sekaligus petugas ex Officio Bidang Penegakan HAM, dalam wawancara untuk pendalaman kasus dalam laporan masyarakat, bersama Paguyuban Petani Cilograng Raya melalui zoom meeting, Jumat (17/09/21) di Cilograng.
“Berdasarkan mandat UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, dalam menerima aduan dari masyarakat Komnas HAM RI menindak lanjuti masalah ini melalui dua opsi, yang pertama bisa melalui fungsi pemantauan dan penyelidikan, yang kedua fungsi mediasi,” terang Munafrizal yang disampaikan pada masyarakat petani Cilograng tersebut.
Munafrizal menjelaskan, apabila opsi pertama menjadi pilihan, nantinya Komnas HAM akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang terkait, hingga sampai ditemukannya dugaan kasus sengketa tanah tersebut dari data yang dikumpulkan.
“Opsi yang kedua, Komnas HAM akan memfasilitasi pihak yang bersengketa dan mencari titik temu bersama, bagaimana permasalahan itu bisa selesai secara tuntas. Nanti sifatnya adalalah mendirect (pikah terkait-Red) agar kesepakatan pertanahan sesuai dengan apa yang dikenhendaki,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Petani Cilograng Raya Jahrudin pada kesempatan itu menjelaskan, persoalan tersebut terungkap setelah Presiden Joko Widodo, meluncurkan program sertifikat gratis dari pemerintah atau proses pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) lewat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
“Sebetulnya, masalah ini sudah terjadi sejak tahun 2000 namun masyarakat merasa takut untuk melapor, banyak oknum yang menjual tanah kepada pemerintah maupun perusahaan. Dan ketika masyarakat akan mengurus PTSL di BPN didapat nama-nama keluarga mantan Bupati Lebak dan Bupati Lebak oleh oknum yang mengatasnamakan keluarga mantan Bupati Lebak Pak JB,” beber Jahrudin.
Ia menjelaskan, cara oknum menjual tanah masyarakat kepada pihak pembeli yakni dengan berbagai cara, dianataranya dengan modus membantu menjual tanah warga dengan mengumpulkan identitas warga.
“Setelah mendapat persetujuan dari warga, dan warga merasa senang, oknum tersebut memberikan informasi kepada warga bahwa tanah sudah jadi milik pemerintah, padahal di surat kepemilikan tanah itu atas nama dirinya sendiri atau keluarga, jadi dari 100 hektar tanah, bisa jadi 300 hektar ketika dicatat, padahal tanahnya gak ada,” ujarnya.
Setelah adanya dugaan kuat mengenai keluarnya nama-nama pemilik tanah dari BPN Lebak melalui PTSL, muncul beberapa nama milik keluarga mantan Bupati Lebak.
“Kalau yang saya tahu, rencananya tanah tersebut akan ada pembangunan pariwisata, disitu juga ada kandungan emas,” katanya.
Pihaknya berharap, dengan upaya tersebut puluhan warga Desa Cilograng bisa mendapatkan haknya kembali atas kepemilikan tanah tersebut.
“Hanya kepada Komnas HAM kami bisa berharap hak kami bisa didapatkan kembali, karena beberapa upaya yang sudah kami lakukan melalui desa, kecamatan, hingga kabupaten tidak mendapat tanggapan, karena kami meyakini tanah ini sudah kami tempati sebelum Indonesia merdeka,” pungkasnya. (Raden)
]]>