Oleh: Ida R. Laila
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
KONDISI mencekam akibat virus Covid-19 perlahan mereda. Saya masih teringat saat saya pulang kampung tanpa ada halangan, karena jalan tol sepi luar biasa. Sekarang? Oh, jangan ditanya. Walau jalan tol sudah semakin lebar, namun saya harus mengantisipasi pergi lebih awal agar tidak terkena risiko macet di tengah perjalanan.
Jalan tol Jakarta-Merak tak lagi bisa dibilang sepi. 24 Jam selalu ramai dilalui truk-truk industri berat dan bus-bus penumpang yang terkadang berjalan ugal-ugalan. Saya mesti ekstra hati-hati.
Namun saya bersyukur, karena ini pertanda bahwa ekonomi semakin pulih. Ancaman krisis ekonomi global yang cukup serius masih bisa dihadapi, karena Indonesia memiliki kekuatan ekonomi yaitu para pelaku UMKM yang kontribusinya terhadap PDB mencapai 60,5% (data diperoleh dari Siaran Pers Kemenko Perekonomian nomor HM.4.6/553/SET.M.EKON.3/10/2022 tanggal 1 Oktober 2022).
Selepas pandemi, pemerintah ingin kemampuan ekonomi masyarakat meningkat. Pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada rakyat.
Uang Dingin dan Investasi
Mungkin kita lebih familier menyebutnya idle money. Ini adalah sejenis uang yang tidak digunakan untuk jangka waktu yang lama (uang menganggur). Banyak penyebabnya, salah satunya adalah terhentinya roda perekonomian akibat pandemi. Kita tidak mau mengambil resiko dengan menggunakan uang dingin. Hal ini adalah upaya konkret guna menjamin masa depan kita, karena uang dingin bisa digunakan kapan saja tergantung kebutuhan. Namun, apakah benar keputusan kita tentang hal ini?
Pastinya, ekonomi tidak bertumbuh begitu saja dengan adanya uang dingin. Ekonomi baru bisa bertumbuh jika ada investasi. Kevin A. Hasset dalam tulisannya tentang investasi menyatakan bahwa sumber pembiayaan investasi mungkin saja berasal dari tabungan domestik (uang dingin). Dengan menggunakan tabungan, maka keuntungan masa mendatang akan masuk ke rekening kita sendiri.
Oleh karenanya, peran masyarakat dalam berinvestasi sangat besar dalam memulihkan perekonomian. Pemerintah memahami tentang hal ini. Untuk bisa menghidupkan kembali ekonomi Indonesia pasca krisis akibat pandemi, pemerintah perlu menggeliatkan semua lapisan masyarakat agar mau melakukan berbagai kegiatan ekonomi dan berinvestasi guna membuka peluang lapangan kerja yang lebih luas dan berputarnya roda perekonomian.
Berbagai insentif perpajakan dikeluarkan semenjak tahun 2020. Tidak tanggung-tanggung, semua lini kehidupan mendapatkan perhatian pemerintah. Sebutlah kesehatan, pendidikan, pembangunan infrastruktur, perdagangan, pertanian, dan industri. Satu persatu peraturan dikeluarkan, yang puncaknya adalah disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada tanggal 7 Januari 2022.
Undang-undang HPP pada awalnya memang berpotensi menimbulkan kontroversi. Namun, upaya dan usaha para petugas pajak dalam menyosialisasikan undang-undang ini membuat masyarakat menjadi paham bagaimana sebaiknya bersikap.
Insentif Pajak Bantu Pulihkan Ekonomi
Pandemi yang melanda sejak awal tahun 2020 memicu pemerintah dalam menerbitkan berbagai kebijakan, terutama kebijakan perekonomian yang dikemas dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tujuan diterbitkannya kebijakan-kebijakan tersebut tentu untuk memberi dukungan bagi masyarakat yang terpuruk dikarenakan sulitnya melakukan kegiatan perekonomian, mulai dari hulu hingga hilir.
Insentif pajak merupakan salah satu solusi yang diberikan pemerintah guna menggiatkan kembali perekonomian yang sudah benar-benar mangkrak. Di tahun 2020 pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 23/PMK.03/2020 dan PMK Nomor 44/PMK.03/2020 (yang diperbarui dengan PMK Nomor 86/PMK.03/2020) yang beberapa kali dilakukan perluasan cakupan guna menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat yang berhak mendapat manfaat dan mendorong kemudahan berusaha masyarakat.
Menurut data PEN yang dikeluarkan Kementerian Keuangan, diketahui bahwa jumlah insentif usaha yang dikeluarkan pemerintah tahun 2020 senilai 58,38Triliun rupiah, tahun 2021 senilai 62,83Triliun rupiah, dan tahun 2022 senilai 84,21 Triliun rupiah. Program insentif perpajakan meliputi insentif PPh Pasal 21 DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, pengembalian pendahuluan PPN, dan penurunan tarif PPh Badan.
Kebijakan insentif usaha yang diberikan sesungguhnya merupakan bukti cepatnya penyesuaian yang dilakukan, karena dalam waktu yang bersamaan DJP masih terus berbenah melakukan reformasi perpajakan. DJP sadar betul bahwa Indonesia perlu sumber penerimaan guna memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang nominalnya tidaklah sedikit. Dalam hal ini, pajak menjadi penopang APBN yang paling utama.
Guna menghadapi krisis perekonomian, maka APBN harus melakukan fungsi countercyclical-nya yang meliputi:
- Fungsi distribusi dan stabilisasi, dengan prioritas untuk dapat bertahan dan memulihkan ekonomi.
- Fungsi alokasi, dengan melakukan rasionalisasi pengalokasian anggaran yang lebih baik.
Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, kebijakan pemerintah dalam rangka PEN sangatlah banyak. Salah satu fokus program PEN dalam bidang perekonomian adalah di bidang perpajakan. Terbitnya Undang-Undang HPP menjadi tonggak sejarah sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel. Hal ini sejalan dengan proses reformasi birokrasi yang kini tengah berlangsung di DJP.
Agar masyarakat dapat bertahan dari beratnya pukulan ekonomi akibat pandemi, maka dukungan pemerintah dalam bentuk insentif perpajakan adalah obatnya.
Masyarakat Mampu Berinvestasi
Kini, roda perekonomian dunia mulai menggeliat. Begitu pula yang terjadi di Indonesia. Masyarakat mulai dapat menghela nafas untuk mulai berinvestasi. Terlebih lagi saat ini peluang berusaha semakin terbuka. Dukungan pemerintah semakin meluas. Hal ini memberikan ruang bagi seluruh lapisan masyarakat untuk berkreasi sehingga mampu bersaing dalam berinvestasi di pasar global.
Reformasi birokrasi yang dijalankan di DJP memberikan banyak kemudahan bagi masayarakat wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Digitalisasi layanan yang ditawarkan DJP merupakan salah satu bukti bahwa DJP siap untuk melangkah lebih maju dalam birokrasi.
Imbasnya, kepuasan masyarakat dalam melaksanakan hak dan kewajiban semakin meningkat. Tentu saja hal ini akan memiliki dampak tidak langsung dalam meningkatkan penerimaan negara.
Berbagai kemudahan yang diberikan pemerintah membuat masyarakat berani berinvestasi. Uang dingin yang semasa pandemi tersimpan aman di rekening, kini sudah mulai diputar sehingga membuka harapan untuk perekonomian Indonesia yang semakin membaik.