EKBISBANTEN.COM – Berdasarkan data terakhir yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, jumlah penduduk miskin wilayah kota dan desa sebanyak 26,16 juta jiwa semester satu bulan Maret. Sedangkan pada semester dua atau bulan September di tahun yang sama, jumlah penduduk miskin Indonesia meningkat sebesar 0,2 menjadi 26,36 juta jiwa.
Lantas bagaimana cara BPS mengukur kemiskinan? Simak selengkapnya untuk mengetahui lebih lanjut.
Ukuran Kemiskinan Menurut BPS
Mengutip bps.go.id, BPS mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh Worldbank. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GK).
Garis Kemiskinan
Garis Kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan. GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
– Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
– Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan non-makanan berupa perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Rumus Penghitungan :
GK = GKM + GKNM
GK = Garis Kemiskinan
GKM = Garis Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan
Istilah lain Kemiskinan
– Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
– Tingkat Kemiskinan (P0)
Cara pertama dengan melihat proporsi penduduk yang mengeluarkan pendapatan per kapita di bawah garis kemiskinan atau disebut GK. Sementara itu GK mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang, seperti kebutuhan makanan (GKM) maupun non-makanan (GKNM).
GKM dilihat dari kebutuhan seseorang yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita. Paket harian ini seperti dari jenis bahan baku padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak.
Sementara GKNM merupakan kebutuhan di luar makanan. Hal ini dapat berupa perumahan, sandang, pendidikan, serta kesehatan. Diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
– Keparahan Kemiskinan (P2)
Cara ketiga dengan melihat keparahan kemiskinan dengan kode P2. Hitungannya adalah rata-rata dari kuadrat selisih pengeluaran per kapita penduduk miskin dengan garis kemiskinan.
Dengan begitu, keparahan kemiskinan dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Jika nilai indeks semakin tinggi, semakin tinggi juga ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
– Gini Ratio
Dalam mengukur tingkat ketimpangan di Indonesia, BPS menggunakan data pengeluaran sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Gini ratio adalah salah satu ukuran ketimpangan pengeluaran yang digunakan. Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1. Nilai gini ratio yang semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat ketimpangan yang semakin tinggi.
– Ukuran Bank Dunia
Ukuran Bank Dunia adalah salah satu ukuran ketimpangan yang mengacu pada persentase pengeluaran kelompok 40 persen penduduk terbawah. Adapun kriteria tingkat ketimpangan berdasarkan Ukuran Bank Dunia adalah sebagai berikut :
Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk terendah lebih kecil dari 12 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan tinggi.
Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk terendah antara 12 sampai dengan 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan moderat/sedang/menengah.
Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk terendah lebih besar dari 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan rendah.
Demikianlah ukuran kemiskinan menurut BPS, semoga bermanfaat.