SERANG, EKBISBANTEN.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Darerah (DPRD) Banten gencar mensosialisasikan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pondok pesantren kepada masyakat secara luas agar segera bisa disahkan.
Wakil Ketua DPRD Banten Budi Prayogo mengungkapkan, dengan adanya perda Pondok Pesantren di Provinsi Banten, nantinya pemprov bisa membangun pondok pesantren sama seperti lembaga pendidikan formal.
“Karena yang menjadi substansi perda pondok pesantren ini bahwa pemprov punya kewenangan untuk melakukan pembangunan di pondok pesantren. Itu substansinya,” ujar Budi Prayogo kepada wartawan pada kegiatan sosialisasi raperda pondok pesantren dan wawasan kebangsaan di gedung DPRD Banten, Selasa (4/5).
“Sama seperti kita punya kewenangan mengintervensi pendidikan formal. Kira-kira itu subsatansinya,” sambung Budi.
Selain itu kata Budi, pemprov juga punya kewenangan memberi bantuan lain kepada pondok pesantren mana saja yang berhak menerima. Sehingga, lembaga pondok pesantren kata dia punya hak yang sama dengan lembaga pendidikan formal.
“Kalau kita (bicara) perda sebagai turunan dari undang-undang nanti akan lebih spesifik lagi definisi pesantren, termasuk definisi kiyai dan santri. Sehingga nantinya pesantren mana yang bisa diakses untuk mendapatkan bantuan pembangunan itu juga lebih spesifik,” katanya.
Budi mengaku, untuk memuluskan raperda pondok pesantren, DPRD Banten juga sudah melakukan konsultasi dengan Kemenkumham dan pihak-pihak terkait.
“Ini bagian dari pembahasan awal kita. Karena kita juga sudah konsultasi ke Kemenkumham selain ke Kemendagri karena payung hukum atau undang-undangnya sudah ada,” katanya.
Budi menargetkan, setalah selesai melukan pembahasan dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait, raperda pondok pesantren ditargetkan bisa segera disahkan setelah lebaran.
“Seharusnya sebulan dua bulan atau setelah lebaranlah bisa selesai,” katanya.
Lebih lanjut Budi menambahkan, raperda pondok pesantren di Provinsi Banten sempat diajukan oleh DPRD ke Kemendagri pada 2016.
Namun kata Budi, Kemendagri menolak raperda tersebut untuk disahkan lantaran pada saat itu belum ada Undan-undang terkait pondok pesantren.
“Pada 2016 lalu itu kita mengajukan ke Kemendagri tapi Undang-Undang Ponpes nya belum keluar. Nah kemudian tahun 2018 Undang-Undang Pondok Pesantren terbit setelah dua tahun raperda kita mangkrak. Setelah terbit Itu memberi kita inspirasi untuk mengajukan lagi (ke Kemendagri) perdanya,” pungkasnya. (ismet)
]]>