SERANG, EKBISBANTEN. COM – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) menggelar rapat bersama Komisi II DPRD Provinsi Banten, membahas beberapa masalah penyerapan optimalisasi anggaran dan hasil tangkap nelayan.
“Ada dua agenda, akhir-akhir ini kan ada isu mengemuka menurunnya perikanan tangkap, banyak hal yang mempengaruhi khususnya pertama kualitas perairan kita yah dengan banyak aktivitas di laut, pengambilan ikan yang tidak ramah dengan lingkungan, cuaca buruk nelayan tidak bisa memaksakan untuk kelaut,” ungkap Eli Susiyanti usai rapat di sekretariat komisi II DPRD Banten, Selasa (7/3/2023).
Soal lainnya, yakni data pencatatan, Eli mengakui penurunan hasil tangkapan ikan bisa saja terjadi karena adanya kesulitan untuk mencatat data tersebut.
“Tercatat di pusat data kami hasil produksi tangkapan ikan di daratkan di tempat pelelangan ikan (TPI) resmi baik kewenangan Provinsi ataupun Kabupaten dan Kota. Sementara itu di luar TPI pun banyak didaratkan. Ini jadi PR kita. Mungkin saja terjadi penurunan karena itu, mekanisme pendataan belum maksimal,” paparnya.
Alat untuk tangkapan ikan pun jadi penyebab lainnya akan penurunan tersebut.
“Sebetulnya sampai saat ini juga penggunaan masih digunakan alat tangkap terlarang, kita sudah kerjasama dengan satuan pengawas Kementerian, juga punya bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP),” ungkapnya.
Tak hanya pengawasan, Eli pun menginginkan agar tak memberi izin ketika nelayan menggunakan alat tangkap terlarang.
“Mereka berpikiran ketika menggunakan alat tangkap terlarang maka produksinya akan naik, ketika diganti alat tangkapnya yang ramah lingkungan, mereka punya asumsi bahwa akan turun. Jadi kebiasaan aja, perlu adaptasi, edukasi, sosialisasi,” ujarnya.
“Kesulitan akan pengawasannya, kita mempunyai nelayan hampir 20.000 se provinsi Banten. Kapal pengawas kami hanya satu, luas laut kita 11.500 Km2, SDM kita tidak cukup, mereka mungkin terbiasa dengan alat tangkap yang dilarang tadi,” tambahnya.
Eli menyebutkan, alat tangkap terlarang berupa pukat harimau, cantrang dan sebagainya akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk mencegah penggunaannya, Eli menggunakan bantuan BBM bersubsidi.
“Tak akan memberikan BBM subsidi kepada kapal yang menggunakan alat tangkap terlarang,” tandasnya.
Hal itu dibenarkan oleh Sekretaris Komisi II DPRD Banten Oong Syahroni terkait pengurangan hasil tangkapan nelayan.
“Walaupun hasil data pengurangan itu hanya terjadi di dua tahun terakhir 2022-2021,” ungkapnya usai rapat.
“Di 2020 relatif masih stabil, ini sedang kita lakukan kajian apakah memang murni faktor pencemaran atau ada faktor lain,” sambungnya.
Sebagai tindak lanjut, Oong mengaku akan melakukan kajian dengan Dinas Lingkungan Hidup jika memang ditemukan faktor adanya limbah-limbah dari perusahaan yang mengalir ke perairan Banten.
Termasuk mengantisipasi beberapa kemungkinan ke depan agar tidak sampai terjadi kembali, karena hal ini menyangkut hajat hidup nelayan di Banten.