Jumat, 20 September 2024
Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Cegah Kekerasan Seksual, Polda Banten Gencarkan UU TPKS

and

| Sabtu, 24 Juni 2023

| 09:01 WIB

Kasubdit IV Renakta Polda Banten Kompol Herlina Hartarani dan Ketua PD FSP KEP SPSI Banten Afif Johan (kiri) di sela-sela acara saat istirahat dalam seminar Undang-Undang Tindakan Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) di Dewiza Hotel dan Convention Hall, Jumat (23/6/2023). Foto: Budiman/ekbisbanten.com

SERANG, EKBISBANTEN.COM- Polda Banten gencarkan Undang-Undang Tindakan Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) di Dewiza Hotel dan Convention Hall pada Jumat (23/6/2023). Undang-Undang tersebut disosialisasikan lewat seminar edukasi guna mencegah kekerasan seksual semakin meluas.

Polda Banten bersama Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP KEP SPSI) Provinsi Banten, menjadikan pekerja sebagai peserta edukasi agar tak terjadi kekerasan seksual di lingkungannya.

Kasubdit IV Renakta Polda Banten Kompol Herlina Hartarani, mengatakan, seminar edukasi ini memiliki peran dengan memberi pengetahuan kepada perempuan agar dapat menghindari kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pekerja.

“Kegiatan ini sangat luar biasa, seminar ini sehingga perempuan yang menjadin kekerasan seksual menjadi tau,” kata Herlina di sela-sela acara.

Pengetahuan tentang kekerasan dan pelecehan seksual, kata Herlina, seperti hal yang dianggap biasa, misalnya melirik
perempuan dapat dikategorikan pelecehan seksual sesuai dengan UU TPKS.

Menurutnya, pelecehan seksual juga bisa disertai dengan tindakan kekerasan. Oleh karenanya, UU TPKS mengatur bahwa kekerasan fisik, pelecehan seksual, atau bahkan hanya sekadar melirik yang tidak dikehendaki oleh korban, semuanya dapat dilaporkan.

“Jadi UU TPKS yang namanya kekerasan fisik itu pelecehan seksual melirik saja dan itu tidak dikehendaki oleh korban sendiri atau dengan kata-kata tidak dikehendaki oleh korban sendiri itu bisa dilaporkan,” katanya.

Herlina juga menerangkan, bahwa kekerasan terhadap perempuan umumnya dapat terjadi antara korban dan pelaku yang saling mengenal. Bahkan timbul perasaan saling suka. Namun, dalam beberapa kasus, pelaku memanfaatkan kesempatan itu serta melakukan pelecehan seksual kepada korban.

“Tindak kekerasan terhadap perempuan itu rata-rata biasanya, rata-rata yang terjadi perkara yang kami tangani korban dan pelaku saling mengenal. Awalnya saling mengenal rasa suka terlebih dahulu, tapi terjadi hubungan si laki-laki memberanikan melakukan pelecehan terhadap si korban maka timbulah pelecehan seksual,” terangnya.

Merujuk data dari oleh Polda Banten, pada tahun 2022 terdapat 185 kasus kekerasan seksual, sedangkan pada tahun Jnauari 2023 hingga bulan Mei 2023, tercatat 44 kasus kekerasan seksual, baik berupa kekerasan fisik maupun jenis kekerasan lainnya. Namun, untuk data kekerasan di lingkungan kerja belum ada.

Herlina juga menerangkan dalam kasus kekerasan seksual, tindakan pertama yang dilakukan para korban ialah dengan pemeriksaan medis atau visum. Sebab, kekerasan seksual dapat menimbulkan luka-luka fisik yang terlihat seperti memar atau bekas luka.

“Tindak kekerasan seksual itu yang pertama yang pasti kita lakukan visum atau kekerasan bisa jadi lebam biru-biru, luka-luka itu kekerasan seksual,” katanya.

Hal yang tak kalah penting soal laporan korban pada pihak berwenang. Herlina menuturkan bahwa terkadang, para korban sungkan melaporkan kasus tersebut pada Kepolisian, karena pertimbangan keluarga korban atau kesepakatan dalam lingkungan keluarga korban dalam menyelesaikan perkara.

Kendati demikian, jika tidak terdapat kesepakatan dalam menyelesaikan perkara, kata Herlina, korban diharapkan segera melaporkan perkara tersebut kepada Polisi untuk kepentingan penyelidikan dan proses hukum.

“Banyak korban yang mengalami kekerasan seksual mengedepankan kekeluargaan tidak melaporkan ke polisi,” imbuhnya.

“Biasanya jika tidak ada kesepakatan kekeluargaan maka dilaporkan ke polisi dan kadang-kadang dianggap aib untuk melaporkan dari pihak keluarga,” sambungnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua PD FSP KEP SPSI Banten Afif Johan mengatakan bahwa berdasarkan data dari Komnas Perempuan, angka kekerasan yang dialami kaum perempuan masih sangat tinggi di dunia Kerja.

“Bicara kasus ada data dari komnas perempuan masih sangat tinggi di dunia tenaga kerja,” ujarnya.

Untuk data kekerasan perempuan di dunia kerja, sambung Afif, hingga saat ini dirinya belum memiliki data tersebut. Hanya data dari Polda Banten menunjukkan sekitar 185 perempuan mengalami kekerasan. Namun, dia belum mengetahui secara rinci data spesifik mengenai hal itu.

“Dari sahabat-sahabat kami Polda Banten tadi dikatakan tahun 2022 kurang lebih 185, tapi belum secara spesifik apakah umum perempuan atau khusus pekerja perempuan,” ujarnya.

Terakhir, Afif turut mengapresiasi acara tersebut. Menurutnya, acara seminar ini memberikan tindakan pencegahan efektif sebelum terjadi kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pekerja.

“Kami PD FSP KEP SPSI Provinsi Banten, selaku serikat pekerja mengapresiasi Polda Banten, karena telah mengedukasi sosialisasi stakeholder masyarakat dalam ini para pekerja terutama perempuan,” tandasnya.

Editor :Rizal Fauzi

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top