Menanti Kenaikan Upah 2026: Dilema Abadi Antara Kesejahteraan dan Keberlanjutan Ekonomi

- Selasa, 9 September 2025

| 11:01 WIB

*Oleh: Jemmy Ibnu Suardi

EKBISBANTEN.COM – Di balik setiap angka Upah Minimum Provinsi (UMP) yang diumumkan pemerintah, terbentang kisah nyata jutaan pekerja yang berjuang untuk bertahan hidup. Bagi mereka, angka itu bukan sekadar statistik, melainkan penentu apakah anak-anak bisa makan makanan bergizi, apakah mereka bisa membayar sewa kontrakan tepat waktu, atau apakah mereka mampu menyisihkan sedikit uang untuk biaya pendidikan.

Kenaikan upah adalah harapan, sebuah janji akan hidup yang lebih layak. Namun, harapan itu kerap berhadapan dengan realitas ekonomi yang pelik. Fluktuasi kenaikan UMP, misalnya di Banten dari 2015 hingga 2024 adalah saksi bisu betapa rumitnya menyeimbangkan tuntutan kesejahteraan buruh dengan keberlanjutan roda perekonomian.

Seperti yang terlihat dari data UMP Banten tahun 2015-2024 berikut yang penulis dapatkan dari berbagai sumber, kenaikan upah tidak selalu linier.

Data UMP Banten 2015-2024 Beserta Kenaikan

TahunUMP BantenSelisih KenaikanPersentase Kenaikan
2015Rp 1.600.000
2016Rp 1.784.000+Rp 184.00011,50%
2017Rp 1.931.180+Rp 147.1808,25%
2018Rp 2.099.385+Rp 168.2058,71%
2019Rp 2.267.990+Rp 168.6058,03%
2020Rp 2.460.996,54+Rp 193.006,548,51%
2021Rp 2.460.996,54+Rp 00%
2022Rp 2.501.203,11+Rp 40.206,571,63%
2023Rp 2.661.280,11+Rp 160.0776,40%
2024Rp 2.727.812,11+Rp 66.5322,50%

Dari data di atas, terlihat bahwa persentase kenaikan yang mencapai 11,50% pada tahun 2016 menjadi kenaikan terbesar bagi buruh, namun berbanding terbalik dengan kenaikan pada tahun 2022 yang minim sebesar 1,63%. Bahkan, pada tahun 2021, UMP Banten tidak mengalami kenaikan sama sekali. Dan jika dilihat sejak rentang tahun 2017 – 2020 kenaikan rata-rata adalah 8%.

Variasi ini menunjukkan bahwa penetapan upah bukan sekadar angka, melainkan hasil dari tarik-menarik kepentingan dan pertimbangan kondisi ekonomi yang dinamis. Menjelang penetapan upah tahun 2026, penting untuk melihat masa lalu sebagai pelajaran berharga agar kita tidak terjebak dalam siklus yang sama.

Bagi pekerja, upah minimum adalah jaring pengaman terakhir agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan upah yang minim, apalagi jika tidak sebanding dengan kenaikan harga bahan pokok, akan menggerus daya beli dan pada akhirnya menurunkan kualitas hidup.

Data menunjukkan bahwa selama beberapa tahun, kenaikan nominal UMP Banten terbilang kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup layak. Oleh karena itu, tuntutan buruh untuk kenaikan upah yang lebih substantif pada tahun 2026 adalah hal yang wajar. Mereka berargumen bahwa kenaikan upah akan memicu peningkatan konsumsi domestik, yang pada akhirnya akan menggerakkan roda perekonomian secara keseluruhan.

Di sisi lain, dilemma bagi pengusaha, terutama yang beroperasi dengan margin keuntungan tipis, memandang kenaikan upah sebagai ancaman serius. Kenaikan UMP yang drastis dan tidak terduga dapat memaksa mereka melakukan efisiensi yang menyakitkan, seperti mengurangi jumlah karyawan atau bahkan gulung tikar.

Bagi pengusaha, biaya tenaga kerja adalah komponen biaya terbesar. Jika kenaikan upah tidak diimbangi dengan produktivitas yang meningkat atau pertumbuhan ekonomi yang kuat, daya saing mereka akan melemah. Dengan demikian, kekhawatiran pengusaha bukanlah tanpa dasar; mereka ingin memastikan bisnis tetap berjalan stabil, sehingga lapangan kerja dapat terus tersedia.

Menuju Rumusan Ideal 2026: Mencari Titik Temu Berkelanjutan

Pemerintah, sebagai penentu kebijakan, berada di tengah dilema ini. Rumus perhitungan upah yang didasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi (PP No. 51 Tahun 2023) adalah upaya untuk mencari jalan tengah. Namun, formula ini sering kali dikritik karena dianggap terlalu kaku dan tidak sepenuhnya mencerminkan realitas di lapangan.

Untuk tahun 2026, penting bagi semua pihak untuk duduk bersama dengan kepala dingin. Kenaikan upah yang ideal bukanlah kenaikan yang paling tinggi, melainkan kenaikan yang adil dan berkelanjutan. Adil bagi buruh karena upah mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup, dan berkelanjutan bagi pengusaha karena mereka tetap dapat menjalankan usahanya.

Alih-alih hanya berfokus pada angka, diskusi harus meluas ke isu-isu lain yang lebih fundamental, seperti:

  • Bagaimana meningkatkan produktivitas pekerja agar kenaikan upah sejalan dengan performa?
  • Apa insentif yang bisa diberikan kepada pengusaha, terutama UMKM, agar mereka mampu membayar upah yang lebih tinggi?
  • Bagaimana pemerintah dapat memastikan pengawasan ketenagakerjaan yang efektif?

Kenaikan upah tahun 2026 tidak boleh hanya menjadi ajang pertarungan tahunan. Ini harus menjadi momen untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan yang lebih sehat, di mana kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan ekonomi dapat berjalan beriringan. Hanya dengan kolaborasi dan pemahaman bersama, kita bisa menemukan formula yang tidak hanya menaikkan angka di slip gaji, tetapi juga mengangkat kualitas hidup dan ekonomi bangsa.


*Penulis adalah Anggota DEPEPROV Banten Unsur Pekerja

Editor: Rizal Fauzi

Bagikan Artikel

Scroll to Top