SERANG, EKBISBANTEN.COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pijar Harapan Rakyat menyoroti dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam rangkaian aksi demonstrasi yang terjadi di Kota Serang, Banten, pada 30 Agustus dan 1 September 2025.
Berdasarkan hasil pemantauan, LBH Pijar Harapan Rakyat mencatat sedikitnya 25 orang peserta aksi mengalami luka-luka. Dua orang mengalami patah gigi dan bibir sobek, sementara 23 lainnya pingsan, sesak napas, serta luka ringan.
LBH Pijar Harapan Rakyat menilai kondisi tersebut dipicu oleh tindakan aparat kepolisian yang menggunakan kekerasan dan gas air mata untuk membubarkan massa.
Selain itu, lima orang dilaporkan ditangkap pada aksi 30 Agustus. Mereka adalah Mustaqim (driver ojek online), Fathan (mahasiswa), Ariq Arya (mahasiswa), Ali Mustofa (mahasiswa), dan Reza Oktaviani (pelajar).
Dari jumlah itu, empat orang dibebaskan kurang dari 24 jam dengan syarat menghadirkan orang tua dan menandatangani surat pernyataan. Namun, Fathan ditetapkan sebagai tersangka dan hingga kini masih ditahan.
LBH Pijar Harapan Rakyat juga menyoroti adanya surat edaran dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Dinas Pendidikan Kota Serang, serta dua perguruan tinggi negeri di Banten yang berisi imbauan agar pelajar dan mahasiswa tidak mengikuti demonstrasi.
Menurutnya, langkah tersebut merupakan upaya pembungkaman hak berekspresi dan berpendapat.
“Pola pembatasan partisipasi pelajar dan mahasiswa serta penggunaan kekerasan oleh aparat bertentangan dengan kewajiban pemerintah untuk menghormati dan melindungi kebebasan berekspresi,” kata LBH Pijar Harapan Rakyat dalam keterangan persnya, dikutip Rabu (3/9/2025).
LBH Pijar Harapan Rakyat menegaskan, penggunaan gas air mata berlebihan juga tidak sesuai dengan peraturan Kapolri mengenai penindakan huru-hara.
Selain itu, proses penangkapan dan pemeriksaan terhadap massa aksi disebut tidak sesuai KUHAP karena dilakukan tanpa pendampingan hukum.
Melalui pernyataan resminya, LBH Pijar Harapan Rakyat mendesak:
- Pemerintah daerah memberikan pemulihan kepada korban, khususnya perempuan dan anak yang terdampak.
- Polda Banten memproses etik dan pidana anggota polisi yang melakukan pelanggaran.
- Polisi mengembalikan barang-barang milik peserta aksi yang disita.
- Proses penyidikan terhadap Fathan dihentikan dan status tersangkanya dicabut.
“Pemerintah daerah wajib menghormati hak berekspresi dan berpendapat warga negara. Aparat kepolisian yang melanggar hukum dan HAM harus diberi sanksi,” tegasnya.*