CILEGON, EKBISBANTEN.COM – Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) menyampaikan kritik tajam terhadap praktik titip-menitip siswa dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di wilayah Provinsi Banten.
Ketua Umum IMC, Ahmad Maki, menilai praktik tersebut bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi juga mencerminkan kejahatan moral yang berpotensi merusak sistem pendidikan.
“Para pejabat mungkin mengira mereka sedang membantu, padahal mereka sedang merobek keadilan,” ujar Maki dalam keterangan pers, Senin (7/7/2025).
Dalam pernyataannya, IMC juga menyoroti pernyataan Wakil Gubernur Banten Dimyati Natakusuma, yang dinilai meremehkan persoalan titipan siswa.
Maki menilai, pejabat publik semestinya menjaga integritas dan menjadi teladan, bukan membenarkan praktik-praktik yang dianggap menyimpang.
“Jika seorang wakil gubernur bisa berkata bahwa titipan itu hal biasa, maka kami khawatir, yang luar biasa itu justru ketidakmaluan,” kata Maki.
Tak hanya itu, Maki juga menyindir oknum anggota DPRD Banten yang diduga mengirimkan surat rekomendasi atau “memo titipan” untuk meloloskan siswa tertentu.
Ia mengingatkan bahwa DPRD memiliki tiga fungsi utama yaitu legislasi, pengawasan, dan penganggaran yang seharusnya tidak disalahgunakan.
“Pejabat publik bukan makelar pendidikan. Jika mereka malah sibuk menitip anak, maka itu penyalahgunaan kekuasaan. Itu bukan tugas, itu cacat etika,” tegasnya.
IMC menilai praktik titipan dalam PPDB sebagai bentuk korupsi halus yang bisa merusak prinsip meritokrasi dalam pendidikan.
Akibatnya, siswa yang berprestasi justru tersingkir oleh kekuatan lobi dan kedekatan dengan penguasa.
“Anak-anak pintar dari keluarga biasa kalah oleh surat sakti dan kolusi. Di sini, nilai rapor bukan lagi penentu, tapi siapa kenal siapa,” tutur Maki.
Untuk itu, IMC mendesak Wakil Gubernur Banten memberikan klarifikasi atas pernyataannya.
IMC menegaskan bahwa normalisasi praktik titipan hanya akan memperkuat ketidakadilan dan memunculkan persepsi negatif terhadap sekolah negeri.
“Kalau dibiarkan, masyarakat bisa berpikir sekolah negeri itu milik segelintir orang atau keluarga pejabat,” katanya.
Maki menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa IMC akan terus mengawal isu ini dan menyuarakan perlawanan terhadap segala bentuk penyimpangan dalam dunia pendidikan.
“Jika sistem terus dikorbankan demi kepentingan segelintir orang, maka mahasiswa akan terus bersuara. Jangan salahkan kami bila sejarah pendidikan nantinya ditulis dari jalanan, bukan dari ruang sidang,” pungkasnya.*