Ekonom Untirta Soroti Penyebab Lambatnya Pendapatan dan Belanja APBD Banten

- Senin, 28 Juli 2025

| 09:16 WIB

Hady Sutjipto
Akademisi Untirta, Hady Sutjipto. (Foto: Facebook Hady Sutjipto).

SERANG, EKBISBANTEN.COM – Lambatnya realisasi pendapatan dan belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Banten Semester I 2025 mendapat sorotan dari kalangan akademisi.

Ekonom Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang, Hady Sutjipto, menilai kondisi ini sebagai sinyal perlunya langkah korektif baik dari sisi pendapatan maupun pengeluaran daerah.

“Penurunan realisasi pendapatan yang mencapai minus 8,96 persen secara tahunan cukup signifikan. Terutama terlihat pada pendapatan transfer dari pemerintah pusat yang realisasinya hanya 41,77 persen, turun dari 55,6 persen pada periode yang sama tahun lalu,” ujar Hady kepada Ekbisbanten.com dikutip Senin (28/7).

Transfer Pusat dan PAD Melambat

Menurut Hady, pendapatan transfer memiliki andil besar terhadap perlambatan tersebut. Ia menduga adanya keterlambatan penyaluran atau efisiensi anggaran dari pemerintah pusat turut memengaruhi capaian daerah.

“Ini di luar kontrol pemerintah daerah, apalagi saat ini pusat juga sedang menyesuaikan anggaran. Tapi pemerintah daerah harus aktif melakukan koordinasi agar penyaluran tidak tersendat,” jelasnya.

Sementara dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD), penurunan juga tercatat sebesar 7,6 persen dibandingkan tahun lalu. Hingga Juni 2025, realisasi PAD hanya 37 persen, lebih rendah dari capaian tahun lalu sebesar 45,02 persen.

“Penurunan hampir terjadi di semua subkomponen PAD, mulai dari pajak daerah, retribusi, hingga hasil pengelolaan kekayaan daerah. Tapi penurunan paling drastis terjadi pada pos ‘lain-lain PAD yang sah’, yang anjlok 18,57 persen,” ungkapnya.

Selain itu, Hady menyoroti nihilnya realisasi dari pos “lain-lain pendapatan daerah yang sah”, seperti pendapatan hibah, yang seharusnya sudah menyumbang sekitar 6,34 persen dari total pendapatan.

Belanja Modal Jadi Sorotan

Dari sisi belanja, Hady mencatat perlambatan 6,05 persen year on year, terutama pada belanja modal yang baru terealisasi 8,80 persen atau Rp98,58 miliar dari total Rp1,12 triliun.

“Ini sangat rendah, padahal belanja modal menyangkut pembangunan fisik seperti infrastruktur, peralatan dan mesin. Padahal Menteri Keuangan mendorong daerah mengalokasikan minimal 30 persen belanja untuk sektor ini,” paparnya.

Hady menambahkan bahwa rendahnya belanja modal bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti keterlambatan lelang, proses pengadaan barang dan jasa, hingga perencanaan program yang belum matang.

“Belanja modal cenderung rendah di awal tahun. Tapi harus ada langkah akselerasi, terutama menyangkut proyek infrastruktur dan pengadaan alat penunjang pelayanan publik,” tuturnya.

Sementara itu, belanja operasi juga mengalami perlambatan sebesar 1,94 persen. Hady menduga ini bisa disebabkan oleh belum cairnya sejumlah pos seperti bantuan sosial atau kegiatan rutin perangkat daerah yang masih tertunda.

Rekomendasi: Percepatan, Inovasi, dan Tim Pemantau Khusus

Menanggapi capaian APBD Banten yang masih di bawah 50 persen di Semester I, Hady menyarankan pemerintah daerah mengambil sejumlah langkah strategis:

  1. Intensifikasi dan Ekstensifikasi PAD
    Pemerintah daerah diminta lebih agresif menagih piutang pajak dan memperluas basis pajak melalui identifikasi wajib pajak baru.
  2. Digitalisasi Layanan Pajak
    Inovasi dalam sistem pembayaran pajak dan retribusi secara digital dinilai penting untuk meningkatkan kemudahan dan kepatuhan masyarakat.
  3. Optimalisasi Pemanfaatan Aset
    Pendapatan dari aset daerah dinilai belum maksimal. Pemerintah perlu mempercepat kerja sama pemanfaatan aset serta merevisi regulasi yang menghambat.
  4. Koordinasi Aktif dengan Pemerintah Pusat
    “Pemprov Banten perlu proaktif untuk memastikan pencairan transfer pusat berjalan sesuai jadwal,” kata Hady.
  5. Percepatan Proyek Fisik
    Hady mendorong pembentukan tim khusus yang fokus pada percepatan belanja modal, termasuk menyelesaikan kendala seperti pembebasan lahan dan lelang yang gagal.
  6. Eksekusi Bantuan Sosial dan Belanja Barang
    Evaluasi menyeluruh diperlukan terhadap OPD yang serapan belanja barang dan jasanya masih rendah. Data penerima bansos juga harus divalidasi agar penyaluran tepat sasaran dan tidak menumpuk di akhir tahun.

“Yang penting ada monitoring dan evaluasi berkala. Kalau belum ada tim percepatan realisasi anggaran, harus segera dibentuk. Kalau sudah ada, harus dioptimalkan,” tegasnya.

Optimisme Tetap Terjaga

Meski menghadapi sejumlah tantangan, Hady meyakini bahwa realisasi APBD Banten masih bisa digenjot pada semester kedua. Dengan komitmen pimpinan daerah, serta kerja sama lintas organisasi perangkat daerah (OPD), target belanja di atas 95 persen masih realistis.

“Tentu tidak mudah, tapi kuncinya ada pada eksekusi yang cepat, monitoring yang ketat, dan strategi yang terukur. APBD harus menjadi instrumen nyata untuk mendorong pemulihan dan pembangunan ekonomi daerah,” pungkas Hady.***

Editor: Rizal Fauzi

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top