EKBISBANTEN.COM – Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Banten Syaiful Bahri mengaku akan melaporkan PT Marga Mandalasakti (ASTRA Infra Toll Road Tangerang-Merak) ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Hal itu lantaran menurutnya hingga kini PT MMS selaku Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) belum memenuhi seluruh unsur standar pelayanan minimal (SPM) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2014 sementara tarif tol pada awal tahun ini kembali mengalami kenaikan.
“Ketika kenaikan tarif itu diajukan dan disosialisasikan kepada kami, sikap Aptrindo Banten menolak itu. Karena ada beberapa hal yang belum terpenuhi khususnya dalam segi pelayanan,” kata Syaiful dalam tayangan Youtube program Podcast Ekbisbanten.com.
Ketua Aptrindo Banten mengungkapkan kenaikan tarif tol itu dirasakan sangat berat. Apalagi, lanjutnya, tarif tol Tangerang-Merak adalah salah satu yang termahal dibandingkan tol lainnya di Indonesia.
“Terus terang kami merasa dirugikan dengan kenaikan ini dan kami merasa masalah kenaikan tarif bukan hanya masalah kami pengusaha truk tapi masalah masyarakat umum pengguna jalan tol,” jelasnya.
“Ok, tidak apa tarif tol naik asalkan dengan catatan 8 SPM yang ada itu semuanya terpenuhi. Tetapi saat ini kan belum, jalan tol banyak tambalan, rest area tidak aman dan tidak layak, serta masih banyak keluhan lainnya dari anggota kami,” sambung pria yang akrab disapa Saba tersebut.
Sementara itu, saat dikonfirmasi mengenai keluhan Aptrindo Banten terkait kenaikan tarif tol Tangerang-Merak, Humas ASTRA Infra Toll Road Tangerang-Merak, Hannah menuturkan penyesuaian tarif tol yang dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali ini ditetapkan oleh Menteri PUPR.
“Adapun hal tersebut telah melewati berbagai evaluasi terhadap pemenuhan Standar Pelayanan Jalan Tol serta dengan memperhatikan pengaruh laju inflasi,” jelasnya.
Menurutnya, penyesuaian tarif tol Tangerang-Merak ini pun dengan memperhitungkan adanya penambahan lingkup di luar rencana usaha yang mempengaruhi kelayakan investasi.
“Ini sebagai ikhtiar kami untuk senantiasa melakukan pemenuhan pelayanan lalu lintas pada sistem jaringan Jalan Tol dengan memperhatikan peningkatan kapasitas dan kualitas jalan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Hannah menegaskan kebijakan penyesuaian tarif itu pun dilakukan berdasarkan hasil analisa secara dalam dan dikaji oleh konsultan independen terkait kemampuan bayar (Ability to Pay/ATP) dan kemauan bayar (Willingness to Pay/WTP) terhadap pengguna jalan tol termasuk masyarakat di wilayah Provinsi Banten.
“Yang pasti penyesuaian tarif dilakukan berdasarkan amanat Undang-undang, dan pemenuhan terhadap kondisi SPM Jalan Tol sudah dilakukan dengan berbagai evaluasi dan kajian intensif oleh pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian PUPR dan Badan pengatur jalan tol (BPJT) berdasarkan inflasi dan pemenuhan SPM,” pungkasnya.***