Menjamurnya berita hoax, memang selalu saja tumbuh di dalam masyarakat, terutama, diera modern ini yaitu revolusi industri 4.0.
Dengan memanfaatkan media digital baik media sosial atau platform lainnya, berita-berita yang belum tentu kebenaranya, dengan mudah tersebar, hingga penjuru negeri, dan dengan mudahnya diterima, kemudian disebarkan lagi oleh masyarakat pengguna sosial media tanpa memverifikasi kebenaran berita-berita tersebut.
Berita-berita hoax berkembang pesat seiring dengan berkembangnya teknologi media informasi. Sengaja dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, demi merusak tatanan masyarakat, dan juga merugikan pihak-pihak tertentu. Lubernya informasi yang ada saat ini menjadi sulit untuk dapat memiliah mana berita yang benar atau tidak.
Pengertian hoax menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, berita bohong, berita tidak bersumber. Sedangkan menurut Silverman (2015) hoax adalah, serangkaian informasi yang sengaja disesatkan, tetapi “dijual” sebagai kebenaran. Berita-berita hoax sendiri sudah tercatat sangat lama muncul diperadaban, walaupun, sejarah baru mencatat kemunculanya pada tahun
1661.
Bila kita amati jumlah penduduk Indonesia hingga saat ini sejumlah 274,9 Juta Jiwa, jumlah pengguna Handphone 345,3 Juta (125 persen dari Populasi), pengguna Internet 202,6 juta Jiwa (73,7 persen) dan pengguna sosmed 170 Juta (61,8%) (sumber: We are Sosial), sangat meningkat dalam 2 tahun terakhir ini. Pemanfaatan penggunaan internet hingga 8 jam 52 menit/perhari sosial media 3 jam 50 menit/hari dan Games 1 jam 16 menit/hari. Jika kita alokasikan hampir 14 jam/perhari masyaarakat menggunakan waktunya untuk menikmati media sosial dan sebagainya.
Dengan ruang digital tersebut makin banyak sekali berita atau informasi yang tersebar bahkan dalam hitungan detik, dikarenakan pertukaran data dan informasi secara cepat.
Dalam hal ini ada 3 prinsip pemanfaatan digitilasisi yaitu connectivity, network dan productivity. Hikmah dari pandemi Covid-19 yang sedang menguncang dunia membawa kita semua kearah media digital tanpa terkecuali. Secara tidak sengaja, mau atau tidak mau kita harus masuk ke era trasformasi tersebut. Saat ini kita sudah terbiasa dengan menggunakan berbagai perangkat digital dengan berbagai pilihan media digital yang ada, berbagai platform mulai dari pendidikan, financial, pertanian, transportasi dan lain-lain.
Terkait dengan hoax seperti yang dikatakan diatas informasi yang salah yang sengaja dibuat untuk menyesatkan dan membahayakan seseorang, sebuah grup maupun sebuah negara, sedangkan disinfromasi itu sebuah informasi yang sengaja dibuat untuk menutupi informasi yang sebenarnya sehingga dapat membahayakan seseorang, grup, organisasi maupun sebuah negara, dan misinformasi sebuah informasi yang salah tetapi tidak dibuat untuk membahayakan pihak manapun.
Terkait hal tersebut ada ketentuan pidana terhadap berita bohong/hoax yang terdapat pada pasal 27 ayat 3, pasal 28 ayat 1 dan 2 UU ITE, pasal 14 dan pasal 15 UU 1/1946 dengan ancaman hukuman 6 tahun denda 1 miliar.
Dalam masa pandemi berita hoax silih berganti dan temuan isu hoax periode Agustus 2018 – 31 Juli 2021 sejumlah 8.730 (sumber : Kominfo), Temuan isu Hoax tersebut perkategori yang paling tinggi adalah isu kesehatan (1.822), pemerintahan (1.724) dan politik (1.254), dari data ini dapat bahwa masalah terkait isu kesehatan sangatlah tinggi, dari data yang dilansir oleh kominfo penanganan sebaran Isu Hoax terkait Covid-19 periode 23 januari 2020-31 juli 2021 sejumlah 1.821 temuan isu hoax, pengajuan takdown terhadap total sebaran (4.170) yang ditindaklanjuti (3.970) dan penegakan hukum (767) kasus. Sedangkan terkait konten hoax terhadap vaksin sejumlah 277 kasus.
Kemampuan sebaran diinformasi terkait hoax 3 menit hingga 6 menit kurun waktunya berbanding jauh dengan klarifikasi yang dilakukan 60 menit. Jadi betapa banyaknya sebaran hoax itu ditengah masyarakat.
Pada akhirnya bagaimana upaya kita dapat memerangi hoax tersebut , karena hoax tidak mengenal usia, gender, keagamaan, faktor ekonomi, literasi media bahkan masyarakat urban
sekalipun ( sumber : Kunto Adi) . Lantas bagaimana dengan Literacy, ternyata identifikasi hoax tidak memprediksi kecendrungan menyebarkan hoax, 67 persen memiliki kecendrungan rendah, 24 persen kecendrungan tinggi menyebarkan hoax dan 4 persen yang mampu mengidentifikasi semua informasi hoax dan hanya 6 responden (1,25 persen) yang pernah mengikuti pelatihan literasi media.
Maka dari itu kehadiran literasi media merupakan benteng bagi khalayak agar mampu kritis terhadap isi media, sekaligus memiliki kesadaran dalam menentukan informasi yang dibutuhkan media. Upaya pemerintah memberatas hoax dengan meningkjatkan kapsitas SDM dan literasi digital masyarakat pada tingkat hulu, sedangkan di hilir dengan cara tindakan langsung memberikan bantuan teknis dalam mengawasi penyebaran konten hoax.
Sedangkan untuk stakeholder dengan mengedukasi literasi digital pada bgaian hulu serta pemdampingan berkelanjutan oleh komunitas dan bagian hilir dengan pemegakan hukum.
Sedangkan untuk penerapan konsep kunci literasi media pada proses pembelajaran dikampus bahwa bagaimana mahasiswa dapat menganalisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi terhadap sebuah pesan yang disampaikan.
Menjadi Pahlawan Anti Hoax mengapa tidak ? Pahlawan masa kini bukan hanya berjuang dengan berperang, tetapi pahlawan masa kini ditengah perkembangan teknologi adalah menjadi pahlawan yang melawan Hoax.
Disinilah sesungguhnya peran seseorang sebagai kaum terpelajar dengan tidak mudah tergiring oleh opini yang beredar di media sosial. Tidak mudah percaya pada informasi yang sedang diperbincangkan di masyarakat. Sebab orang terpelajar memiliki sikap kritis dalam melihat setiap persoalan yang terjadi di sekelilingnya. Tidak boleh apatis atau menerima apa adanya tanpa menganalisis, menelaah terlebih dahulu setiap berita yang dikonsumsinya.
Salah satunya dengan menjadi pejuang anti hoax.
Mencegah beredarnya informasi-informasi yang tujuannya memecah belah bangsa. Menyikapi setiap informasi yang beredar, dengan sudut pandang yang positif. Karena menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia, adalah tugas estafet yang telah diserahkan para pahlawan bangsa kepada kita. Sehingga semangat perang melawan hoax, adalah bagian dari semangat perjuangan para pahlawan pendahulu kita.
]]>