Anggota Komisi X DPR Prof Furtasan: Korban Bencana Tak Boleh Putus Kuliah

- Selasa, 9 Desember 2025

| 07:25 WIB

Furtasan
(FOTO: IST).

EKBISBANTEN.COM – Pemerintah diminta segera menetapkan kebijakan darurat untuk memastikan mahasiswa di wilayah terdampak bencana alam tidak terpaksa menghentikan studi akibat tekanan biaya pendidikan.

Dorongan ini menguat setelah sejumlah perguruan tinggi di Sumatera Barat, Aceh, dan Sumatera Utara melaporkan meningkatnya jumlah mahasiswa yang kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT) pascabencana yang memukul ekonomi keluarga mereka.

Anggota Komisi X DPR, Furtasan Ali Yusuf, mengatakan potensi gelombang putus kuliah di daerah bencana tidak boleh dibiarkan berlarut. Pendidikan tinggi, menurutnya, merupakan investasi sosial dan ekonomi yang sangat penting bagi masa depan daerah terdampak.

“Jangan sampai ada satu pun mahasiswa dari Aceh, Sumatera Utara, atau Sumatera Barat yang harus mengubur mimpi menjadi sarjana. Apalagi sampai melipat almamater karena merasa tidak punya harapan lagi,” ujar Furtasan dalam Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Mendikbudristek dan Kepala BRIN di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/12/2025).

Ia menuturkan, banyak mahasiswa yang kini tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga sumber penghasilan keluarga, sehingga kemampuan mereka membayar UKT menurun drastis. Bila kondisi ini tidak segera diatasi, ia khawatir akan muncul lonjakan mahasiswa yang berhenti kuliah.

Untuk itu, Furtasan mendesak pemerintah mengaktifkan skema bantuan operasional darurat yang dapat disalurkan langsung ke kampus-kampus terdampak. Selain membantu mahasiswa, skema tersebut diperlukan agar perguruan tinggi tetap dapat menjalankan layanan akademik secara normal.

“Pemerintah harus turun tangan. Ini menyangkut keberlanjutan operasional perguruan tinggi. Jangan sampai harapan anak-anak terputus, sementara kampus kesulitan menjalankan kegiatan akademik akibat beban operasional yang tidak tertutup,” katanya.

Pria yang akrab disapa Prof FAY ini juga mendorong kebijakan luar biasa, termasuk peniadaan UKT sementara bagi mahasiswa terdampak langsung bencana.

Menurut dia, opsi penghapusan atau pembebasan UKT secara temporer dapat diterapkan sambil menunggu stabilnya kondisi sosial dan ekonomi di daerah.

“Bila perlu UKT dinolkan dulu sementara, menyesuaikan kondisi lapangan. Lalu bagaimana dengan mahasiswa perguruan tinggi swasta? Ini juga butuh sentuhan pemerintah, apakah melalui subsidi atau skema penjaminan tertentu,” ungkapnya.

Furtasan menegaskan banyak perguruan tinggi swasta di daerah bencana sangat bergantung pada pembayaran UKT untuk memenuhi kebutuhan dosen dan tenaga kependidikan. Tanpa dukungan khusus pemerintah, kampus swasta dikhawatirkan tidak mampu menjalankan operasional dasar.

“Kalau mahasiswa tak mampu bayar UKT dan kampus swasta tak dapat dukungan, maka dosen dan tenaga kependidikan akan terkena dampaknya. Ini bisa memperparah ketidakstabilan perguruan tinggi di wilayah bencana,” jelasnya.

Lebih jauh, Furtasan mengingatkan bahwa putusnya pendidikan tinggi membawa dampak sosial jangka panjang. Mahasiswa dari daerah bencana yang mampu menyelesaikan studi justru berpotensi menjadi tenaga terdidik yang dibutuhkan untuk membangun kembali wilayah asal mereka.

“Mereka inilah yang nanti menjadi penolong bagi kampung halaman. Jika pendidikan mereka terputus sekarang, maka proses pemulihan jangka panjang juga ikut terhambat,” terangnya.

Karena itu, ia meminta pemerintah segera menyusun skema bantuan komprehensif, mulai dari keringanan UKT, bantuan langsung bagi mahasiswa, dukungan operasional perguruan tinggi, hingga mekanisme pendataan terpadu agar bantuan tersalurkan tepat sasaran.

“Intinya negara harus hadir. Tidak boleh ada satu pun mahasiswa di daerah bencana yang dibiarkan jatuh sendiri tanpa dukungan,” tutup Furtasan.

Editor: Rizal Fauzi

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top