RUU KUHAP Dibahas Diam-diam, PMII Banten: Jangan Korbankan Rakyat!

- Kamis, 10 Juli 2025

| 18:45 WIB

PMII Banten
(FOTO: DOK. PRIBADI).

EKBISBANTEN.COM – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Banten mendesak pemerintah dan DPR RI untuk membuka Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) secara terbuka kepada publik.

Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Banten, Winah Setiawati, menyampaikan kritik keras atas sikap tertutup dalam pembahasan RUU yang akan menggantikan KUHAP 1981 tersebut.

“Negara tidak boleh memutuskan nasib rakyat secara diam-diam. DIM bukan sekadar catatan teknis, melainkan fondasi dari pasal-pasal yang akan menyentuh hak-hak sipil dan kebebasan warga negara. Jika hukum dibentuk tanpa rakyat, maka rakyatlah yang akan dikorbankan,” tegas Winah, Rabu (10/7).

Ia menekankan bahwa sikap tertutup dalam proses legislasi bertentangan dengan prinsip demokrasi dan membuka celah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan hukum.

Hal ini juga dinilai melanggar ketentuan Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011 jo. UU No. 13 Tahun 2022, yang menjamin hak masyarakat untuk memberi masukan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

Menurutnya, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 pun telah menegaskan pentingnya meaningful participation dalam proses legislasi.

“RUU KUHAP bukan produk biasa. Ia akan menjadi landasan hukum acara pidana baru yang mengatur seluruh proses penegakan hukum, mulai dari penyidikan, penahanan, persidangan, hingga upaya hukum. Tanpa keterbukaan, potensi pasal bermasalah bisa lolos tanpa koreksi,” ujar Winah.

Winah mengungkapkan, publik kehilangan akses untuk membaca peta konflik kepentingan serta ruang untuk mengkritisi pasal-pasal krusial jika DIM tidak dibuka.

Di antaranya, potensi praktik penyiksaan yang dibenarkan, pembatasan pendampingan hukum, hingga penguatan kewenangan aparat secara absolut.

Winah juga mengingatkan bahwa pembentukan undang-undang adalah kewenangan bersama DPR dan Presiden, yang dijalankan melalui Komisi III DPR RI, Badan Legislasi (Baleg), serta Kementerian Hukum dan HAM dan Pusat Perancangan Hukum Nasional.

Untuk itu, PMII Banten menyampaikan tiga tuntutan utama:

  1. Membuka dokumen DIM RUU KUHAP kepada publik dalam waktu 2 x 24 jam.
  2. Melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi profesi hukum dalam pembahasan DIM.
  3. Menunda pembahasan pasal-pasal strategis hingga partisipasi publik benar-benar dijalankan.

“Kami tidak akan tinggal diam menyaksikan hukum dibentuk tanpa kontrol rakyat. PMII siap mengonsolidasikan gerakan mahasiswa untuk mengawal dan, jika perlu, melakukan perlawanan terbuka terhadap pembahasan RUU KUHAP yang tidak transparan,” terang Winah.

Ia menegaskan bahwa reformasi hukum tidak boleh mundur. “Jika RUU KUHAP disahkan secara tertutup, maka Indonesia tengah menggali lubang ketidakadilan baru yang legal secara hukum, namun tidak bermoral,” pungkasnya.*

Editor: Rizal Fauzi

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top