Iuran Program ODOT di SMAN 4 Kota Serang Menuai Kontroversi, Siswa Merasa Terbebani

- Rabu, 9 Juli 2025

| 13:12 WIB

Masjid SMAN 4 Kota Serang
Susana Masjid SMAN 4 Kota Serang. (FOTO: KOSASIH/EKBISBANTEN.COM).

SERANG, EKBISBANTEN.COM – Kontroversi terkait program iuran One Day One Thousand (ODOT) di SMAN 4 Kota Serang kian memanas.

Sejumlah siswa mengaku terbebani oleh kewajiban iuran harian tersebut yang dinilai tidak transparan dalam pengelolaannya.

Seorang siswa yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa iuran Rp1.000 per hari terasa seperti kewajiban yang harus dipenuhi setiap murid.

“Kami seperti diharuskan membayar. Kadang guru juga menegur kalau belum membayar ODOT” ujarnya.

Tak hanya itu, siswa tersebut juga menyoroti penolakan terhadap uang yang dinilai tidak layak, meski masih bisa digunakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai pengelolaan dan tujuan program tersebut.

“Di kelas saya, ada uang yang masih bisa dipakai tapi ditolak. Kalau begitu, catatan iurannya juga dibuat nol,” tambahnya.

Menurut keterangan siswa tersebut, pengelolaan program ODOT sebelumnya ditangani oleh seorang siswa bernama Putri, namun kini dilanjutkan oleh guru bernama Bu Riena.

Dana yang terkumpul diklaim digunakan untuk pembangunan masjid dan kegiatan kesiswaan, namun realisasi penggunaannya dipertanyakan.

“Katanya 60 persen untuk pembangunan masjid, sisanya untuk kegiatan siswa. Tapi masjid belum jadi, kegiatan ekskul juga tidak jelas. Kami ajukan dana lomba saja katanya tidak ada anggaran,” tuturnya.

Sementara itu, Plt Kepala SMAN 4 Kota Serang, Nurdiana Salam, membenarkan adanya program iuran tersebut.

Ia menjelaskan bahwa pengumpulan dana dilakukan oleh siswa selama empat hari dalam seminggu, yakni Senin hingga Kamis.

“Hari Kamis, dana langsung diserahkan melalui Dana Kegiatan Sekolah (DKS), sebagian juga dikumpulkan oleh OSIS,” ungkapnya.

Dengan total siswa lebih dari 1.400 orang, dana yang terkumpul dari program ini bisa mencapai lebih dari Rp1 juta per hari. Namun Nurdiana menegaskan bahwa program ODOT bukanlah kewajiban.

“Sumbangan ini bersifat sukarela. Mau nyumbang Rp1.000, Rp2.000, Rp5.000, bahkan tidak menyumbang pun tidak masalah,” jelasnya.

Ia juga menyarankan agar ke depan istilah “ODOT” diganti dengan nama lain agar tidak identik dengan nominal tertentu.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Siti Zahrotulain, turut menegaskan bahwa pihak sekolah tidak pernah memaksa siswa untuk mengikuti program iuran ini.

“Enggak pernah dipaksa. Ada yang ngasih Rp2.000, ada yang enggak ngasih, itu semua sukarela,” ucapnya.

Meski demikian, polemik mengenai kewajiban tersembunyi dan kurangnya transparansi dana masih menjadi sorotan, terutama di kalangan siswa.***

Editor: Esih Yuliasari

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top