EKBISBANTEN.COM – Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW Apkasindo) Banten kembali menggelar aksi demonstrasi di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya pada Senin lalu. Manajemen PTPN IV PalmCo, selaku pengelola PKS Kertajaya, pun menyambut kehadiran massa aksi secara terbuka dan kondusif. Aksi ini menyuarakan tuntutan ganti rugi atas dugaan selisih timbangan tandan buah segar (TBS) sawit yang diklaim terjadi selama dua tahun terakhir.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir) Banten Muhammad Nur menyayangkan terjadinya selisih paham antara DPW Apkasindo Banten dan pihak PKS Kertajaya yang hingga kini belum menemukan titik temu. Menurutnya, perbedaan pandangan ini sebaiknya tidak dibiarkan berlarut-larut karena berpotensi mengganggu produktivitas dan kemitraan petani dalam menjalankan aktivitas kemitraan dengan Perusahaan.
“Kalau bisa diselesaikan secara musyawarah, tentu lebih baik. Tapi jika masing-masing pihak memilih untuk menempuh jalur hukum, maka kami harap proses itu tidak sampai merugikan petani dan kelangsungan kemitraan yang selama ini sudah berjalan cukup baik, tanpa harus mencederai kemitraan yang sudah dibangun selama ini,” ungkap Muhammad Nur dalam keterangannya, Rabu (21/5).
Dirinya juga menegaskan, asosiasi dan anggota Aspekpir Banten tidak terlibat di dalam aksi tersebut. “Aksi bukan dari Aspekpir. Peserta aksi bukan dari anggota kami,” tukasnya.
Ia menambahkan, para petani saat ini lebih membutuhkan iklim kondusif dalam menjaga produktivitas yang bermuara kepada kesejahteraan mereka. Terlebih mengingat terbatasnya ketersediaan PKS di wilayah Banten. Ia mencontohkan situasi pada akhir tahun lalu, saat salah satu dari tiga PKS yang beroperasi di wilayah Jawa Barat & Banten mengalami kerusakan teknis. Akibatnya, pasokan tandan buah segar (TBS) dari petani menumpuk dan tak bisa segera diproses.
“Waktu itu PKS swasta mengalami gangguan, dan karena cuma ada tiga PKS di Banten, dua milik PTPN dan satu swasta, akhirnya truk-truk petani menumpuk di PKS Kertajaya dan PKS Cikasungka yang dikelola oleh PTPN IV PalmCo. Bahkan PalmCo terpaksa mengirim TBS intinya ke Lampung agar TBS petani dapat tertampung, tentu dengan ongkos angkut yang lebih mahal,” jelasnya.
Muhammad Nur menyebut langkah manajemen PTPN IV PalmCo saat itu cukup responsif, dengan tetap membuka akses penyerapan TBS masyarakat untuk meredakan kemacetan dan membantu petani. Namun ia menekankan bahwa kondisi rentan seperti ini bisa kembali terjadi jika hubungan antarpihak tak dijaga.
“Sudahlah, para petani plasma sudah bekerja keras, jangan lagi dibebani dengan ketegangan yang dapat memperkeruh situasi dan menimbulkan kerugian bagi semua pihak. Saya harap semua pihak berkolaborasi demi kemajuan bersama. Permasalahan timbangan kami yakin banyak pembelajaran yang bisa diambil dari kedua pihak agar kedepannya hal ini tidak terulang lagi” sambungnya.
Sementara itu dalam aksi unjuk rasa tersebut, Ketua DPW Apkasindo Banten H Wawan SE menyuarakan tuntutan agar pihak PKS Kertajaya mengganti kerugian yang diklaim diderita oleh petani dan pemasok TBS selama dua tahun terakhir. Ia menuding adanya pengurangan timbangan sebesar empat persen saat penimbangan TBS yang dilakukan di pabrik.
“Kami meminta kepada pihak manajemen PKS PTPN IV Kertajaya untuk mengganti kerugian yang kami alami selama dua tahun terakhir ini,” ucap Wawan dalam orasinya di hadapan ratusan massa aksi.
Ia menambahkan bahwa aksi ini adalah perjuangan bagi petani dan menegaskan bahwa aksi serupa akan terus digelar hingga ada ganti rugi dari pihak Perusahaan.
“Kalau tidak ada kepastian dan solusi dari manajemen PKS Kertajaya, kami akan kembali turun ke jalan,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Manajer PKS Kertajaya Kurnia Endri Susilo menyatakan bahwa pihaknya tetap membuka diri terhadap semua aspirasi. Namun ia mengungkapkan bahwa aksi demonstrasi yang dihadiri oleh sekitar 300 orang, yang menurutnya mayoritas bukan berasal dari petani setempat.
“Ada kejanggalan dalam aksi tersebut, di mana salah satu tuntutan yang muncul adalah agar PTPN menghentikan proses hukum yang saat ini sedang berlangsung di Polres. Padahal, proses hukum adalah ranah yang harus dihormati oleh semua pihak. Belum lagi klaim ini demonstrasi petani plasma, padahal yang berdemonstrasi bukan petani plasma” jelas Kurnia.
Ia juga menegaskan bahwa hingga kini tidak ada dasar hukum yang mewajibkan pihaknya melakukan pembayaran atas klaim yang diajukan. Jika memang ada putusan Pihak erwenang /Pengadilan yang menyatakan demikian, maka manajemen akan mematuhinya sesuai dengan hukum yang berlaku dan perjanjian yang pernah ditandatangani kedua belah pihak.
“Jika nanti ada putusan hukum yang mewajibkan pembayaran, tentu akan kami jalankan. Namun sampai saat ini belum ada landasan hukum yang menyatakan hal itu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kurnia juga membantah tuduhan terkait ketidakakuratan timbangan yang digunakan di PKS Kertajaya. Ia menjelaskan bahwa seluruh alat timbang yang digunakan oleh pihaknya telah melewati tahapan verifikasi dan tera ulang secara berkala oleh Dinas Perindustrian Kabupaten Lebak melalui tim Metrologi Legal.
“PKS Kertajaya telah menjalani pemeriksaan dan tera ulang timbangan secara berkala oleh Metrologi Dinas Perindustrian Kabupaten Lebak, dan sampai dengan saat ini timbangan kami masih memiliki sertifikat kelayakan yang masih berlaku hingga saat ini. Kami memastikan bahwa setiap alat ukur yang digunakan telah dikalibrasi sesuai dengan standar yang berlaku dan telah melewati proses verifikasi dari pihak berwenang,” tegasnya.
Kurnia juga memastikan bahwa pelayanan operasional di PKS Kertajaya tetap berjalan normal usai aksi. Manajemen menurutnya tetap fokus memberikan pelayanan kepada seluruh petani mitra dan masyarakat yang memasok TBS.
“Harapan kami, persoalan ini bisa diselesaikan dengan adil, jernih, dan tidak menimbulkan kerugian lebih lanjut, baik bagi petani, mitra usaha, maupun Perusahaan. Prinsipnya, kita ingin menjaga hubungan kemitraan yang sehat dan berkelanjutan,” pungkas Kurnia. (rls)
