Kamis, 17 Oktober 2024
Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Ade Sumardi: Transparansi Anggaran, Hak Rakyat yang Tak Boleh Diabaikan

Irfan Fahrulroji Suparlin

| Kamis, 17 Oktober 2024

| 17:11 WIB

Airin dan Ade saat di acara Debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten Tahun 2024. Foto : Tim Media Airin dan Ade

JAKARTA, EKBISBANTEN.COM – Calon Wakil Gubernur Banten, Ade Sumardi, menekankan bahwa transparansi publik bukan sekadar semboyan. Ia menyatakan dirinya sebagai salah satu penggagas Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) di Kabupaten Lebak, yang terbentuk bahkan sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

KTP Lebak ini kemudian menjadi contoh di tingkat nasional dan mendorong pembentukan Komisi Informasi di Provinsi Banten. Pernyataan tersebut disampaikan Ade saat membahas subtema keterbukaan informasi publik dalam debat kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, Rabu malam, 16 Oktober 2024.

Bahkan ketika mendapat tanggapan dari calon wakil gubernur Dimyati Natakusumah, Ade menekankan pemimpin harus memberikan bukti, bukan sekadar kata-kata “Ketika saya di DPRD Lebak, saya ini salah satu pelopor pembuat KTP, komisi transparansi dan partisipasi,” kata Ade.

BACA JUGA : LAPBAS Indonesia Yakin Airin-Ade Bisa Bawa Banten Menuju Pembangunan Berkelanjutan

Dia menyebut transparansi menjadi keharusan dan bukan hanya sekadar slogan. Perumusan rencana dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus melibatkan partisipasi masyarakat.

“Yang namanya transparansi itu adalah milik rakyat. Artinya APBD harus ada di warung-warung kopi, APBD harus ada di pos-pos ronda sehingga paham betul semua rakyat. Jadi yang namanya transparansi jangan hanya lipstik doang, jangan hanya slogan-slogan,” ujarnya.

Menurutnya, APBD berasal dari uang rakyat yang penggunaannya harus memberi kebermanfaatan sebesar-besarnya bagi rakyat. Jangan sampai masyarakat tidak mengetahui haknya atas pengggunaan APBD.

“Secara otomatis transparansi itu keharusan, sehingga rakyat memiliki dan juga kewenangan untuk mengatahui apa yang harus mereka ketahui, termasuk APBD karena itu ada uang rakyat,” ucap calon wakil yang mendampingi Calon gubernur Banten Airin Rachmi Diany ini.

Untuk itu sejak proses perumusan anggaran di DPRD hingga dijalankan oleh setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus dibuka sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

“Itu adalah hak mereka, mereka harus tahu dari planningnya, harus tahu pelaksanaanya. Juga informasi berapa APBD kita, apa yang harus mereka rasakan dan juga kemana sehingga tidak ada lagi masyarakat tidak tahu yang dianggarkan oleh DPR dan juga eksekutif. Maka semuanya harus terbuka dan ini betul-betul harus terbuka secara nyata. Jangan hanya slogan,” ucapnya.

Mantan Wakil Bupati Lebak ini juga sempat mengutip perkataan Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gusdur. “Ingat kata Gusdur, ketika kita nunjuk satu orang, satu telunjuk kita ke depan tetapi empat adalah ke belakang, artinya jangan seperti itu,” ucapnya.

Ucapan Ade ini disinyalir seperti merespon pernyataan Dimyati Natakusumah, yang lebih dahulu mendapatkan kesempatan memaparkan pandangannya. Dalam paparannya, Dimayati sempat menyinggung soal kurangnya transparansi di Banten.

Kata dia, permasalahan Banten sebelumnya karena tidak transparan dari mulai perencanaan anggaran. Perencanaan itu bukan top down (dari bawah), bukan kepentingan seseorang atau kelompok atau pengusaha.

BACA JUGA : Airin Rachmi Diany Tawarkan Program Kartini Banten dan Beasiswa untuk Perempuan

Dimyati juga menyebut sejak awal perencanaan anggaran hingga proses tender proyek pembangunan sudah ada rekayasa dan monopoli. “Kalau pengadaan sudah kongkalikong, pengadaan sudah dimainkan pemenanganya dia lagi, dia lagi. Problemnya seperti itu, inilah yang terjadi adalah monopoli-monopoli kegiatan-kegiatan dari sektor pendapatan, dari pembiayaan,” katanya.

Menurutnya, pelaksanaan kegiatan pembangunan harus sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat antara legislatif dan eksekutif. Jangan sampai ada monopoli dan rekayasa dalam proses pelaksaannya.

“Lihat ini permasalahan yang terjadi di Banten ini monopoli yang luar biasa terjadi setelah pengadaan baru pelaksanaan. Kalau pelaksanaan tidak sesuai dengan planning bagaimana jadinya pelaksaaan itu,” katanya.

“Dari awal perencanaan sudah direkayasa penganggaran sudah direkayasa, pengadaan sudah direkayasa, tinggal sisanya. Maka oleh sebab itu pelaksanaan ini harus sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik,” sambung mantan Bupati Pandeglang dua periode ini.(*)

Editor :Ismatullah

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top