JAKARTA, EKBISBANTEN.COM-DPR RI telah mengesahkan RUU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menjadi UU. Pengesahan tersebut dilakukan oleh DPR RI dalam Rapat Paripurna di Senayan, Jakarta, Kamis, 19 September 2024.
Dalam UU Keimigrasian terbaru itu, terdapat sembilan angka perubahan, salah satunya tentang paspor yang dapat menjadi bukti kewarganegaraan Indonesia.
Paspor mengidentifikasikan pemegangnya sebagai warga negara dari negara penerbit dan merupakan bukti hak pemegang untuk kembali ke negara tersebut.
Lalu terkait penangkalan di UU terbaru, Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim menjelaskan, jangka waktu pencegahan diperlukan bagi WNA bermasalah.
“Misalnya seorang WNA melakukan kejahatan di Indonesia bisa ditangkal masuk 10 tahun atau bahkan seumur hidup”, ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Senin, 23 September 2024.
Dalam UU terbaru juga mengakomodasi perbaikan layanan dengan pengaturan masa berlaku izin masuk kembali (multiple entry permit).
Waktu berlaku izin masuk ini disamakan dengan masa berlaku izin tinggal terbatas (ITAS), atau izin tinggal tetap (ITAP) yang dimiliki orang asing.
“Untuk bisa masuk dan keluar Indonesia secara leluasa, orang asing pemegang ITAS /ITAP juga harus memiliki izin masuk kembali (IMK),” jelasnya.
“Sebelumnya, paling lama izin yang diterbitkan hanya dua tahun, kalau dia (WNA-red) punya ITAP lima tahun, dia harus ke kantor imigrasi untuk perpanjang [IMK] setiap habis masa berlaku. Sekarang enggak perlu lagi” sambungnya.
Selain itu, dengan perubahan UU Keimigrasian, seseorang yang sudah selesai menjalani tahap penyidikan dan memasuki tahap tuntutan jaksa dapat dicegah keluar wilayah Indonesia.
Perubahan aturan ini menyesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-IX/2011.
Hal lain yang diatur di UU Keimigrasian terbaru, mengenai akomodasi kebutuhan pejabat Imigrasi, yakni di bidang penegakan hukum, untuk dibekali senjata api. Penggunaan senjata api ini akan diatur secara rinci dalam peraturan menteri.
“Sebelumnya, di tahap pertama pembahasan RUU, kami menjelaskan kepada DPR bahwa sudah ada beberapa kejadian tragis di mana petugas Imigrasi gugur dalam tugas,” bebernya.
“Saat melakukan pengamanan orang asing, mereka diserang, orang asing tersebut membawa senjata dan petugas tidak dibekali apapun untuk melindungi nyawanya, karena tidak ada aturan yang mengakomodasi hal ini,” tambah Silmy.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas mewakili Presiden RI dalam Rapat Paripurna menyampaikan, optimalisasi peraturan perundang-undangan perlu dilakukan
untuk menjawab kebutuhan masyarakat terkait kepastian hukum, termasuk dalam konteks mobilitas antarnegara.
Dari sisi Imigrasi, kata dia, kompleksnya mobilitas orang
antarnegara tersebut memunculkan ancaman dan risiko yang semakin beragam terhadap petugas Imigrasi.
“Dalam perkembangannya, beberapa aspek penguatan yang diperlukan oleh Ditjen Imigrasi yaitu berkaitan dengan perbaikan layanan, perlindungan diri (bagi petugas imigrasi), alasan
penolakan orang keluar wilayah Indonesia hingga jangka waktu penangkalan,” ujarnya** (ADV).