CILEGON, EKBISBANTEN.COM-Viralnya pemberitaan tentang warung yang menjual olahan daging babi secara online membuat Lurah Kebonsari dan Camat Citangkil memanggil penjual tersebut untuk dimintai keterangan.
Selain dimintai keterangan, Camat Citangkil Ikhlasinnufus dan Lurah Kebonsari Asep Muzayin juga melakukan mediasi kepada penjual daging babi.
Dari hasil mediasi, Ikhlas menjelaskan bahwa aktivitas penjualan daging babi secara online itu dilakukan sejak pandemi Covid-19. Ikhlas lebih menekankan kepada perizinan usaha yang harus diurus terlebih dahulu.
“Itu memang diperuntukkan bagi komunitas internalnya, beliau keluarga dari non muslim. Seiring berjalan waktu dari untuk memasarkan, akhirnya melalui Go Food. Dari berita ini lah akhirnya Go Foodnya mungkin tersebar di media atau di konsumen,” ujarnya usai mediasi di kantornya, Rabu, 28 Agustus 2024.
“Dan kami sampaikan tadi terkait kegiatannya memang sudah berjalan tapi kami sudah menanyakan terkait perizinan, memang NIB nya belum ada, kami arahkan segera berporeses melakukan izin,” sambungnya.
Kemudian terkait aktivitas usahanya, Ikhlas mengaku tidak membatasi. Namun akun Go Food untuk berjualan secara online daging Babi tersebut, kata Ikhlas, sudah ditutup.
“Silahkan saja beraktivitas, karena sudah ada konsumennya, sudah ada ko komunitasnya, sudah biasa. Adapun aktivitas Go Foodnya sudah di tutup, tidak muncul, tidak dapat diakses lagi,” jelasnya.
Pihak penjual, kata Ikhlas, mereka juga mengedukasi terkait pembeli yang datang. Disampaikan oleh pihak penjual dan pihak warung menyampaikan bahwa daging tersebut non halal.
Sementara itu, Asep Muzayin menegaskan bahwa dirinya melarang aktivitas penjualan daging Babi tersebut secara online.
“Saya tegaskan di online harus tutup, kalau lapo di warung itu semenjak 1992 memiliki komunitas, istilahnya hampir rata-rata orang luar dan yang beragam non muslim ada. Konsumennya dari industri ataupun wisatawan, karena lapo itu khusus makanan non muslim,” tegasnya.
Ia juga menegaskan, jika warung tersebut menjual minuman keras, maka haruslah di tutup. Sebab hal tersebut bertentangan dengan budaya Kota Cilegon yang religius.
“Kalau minuman (miras) ga ada, tadi saya juga tegaskan kalau sampai ada miras ataupu istilahnya kaya ada live musik,” jelasnya.
“Di situ hanya khusus makan saja, dia (penjual) menegaskan itu RT RW juga sering monitoring tidak ada apa-apa,” tutupnya.