JAKARTA, EKBISBANTEN.COM-Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago merespon pernyataan capres nomor urut 01 dan 03 Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan yang meragukan Prabowo Subianto unggul hasil data hitung cepat (quick count) di Pilpres 2024.
Menurut Pangi, hal itu wajar karena tidak ada sejarahnya pihak yang kalah dalam quick count akan merasa senang, mengakui atau menerima kekalahannya begitu saja.
Ia menuturkan, Ganjar saat menang Pilkada 2013 dan 2018 serta Anies yang menang juga malah mengakui data yang ada. Setiap politisi, katanya, selalu begitu. Cenderung menolak data jika mereka kalah.
“Ganjar ketika menang Pilkada 2013 dan 2018 mengakui, Anies juga begitu, setiap politisi begitu, jika menang pilkada kayak waktu itu kan yang quick count Voxpol Pilkada DKI 2017, Charta Politika sama Indo Barometer di beberapa TV nasional,” ujar Pangi, Senin (19/2/2024).
“Jadi memang begitulah model quick count ini, tidak bisa menyenangkan bagi yang kalah, bisanya menyenangkan yang menang,” tambahnya.
Pangi menegaskan, hasil quick count tidak bisa dimanipulasi apalagi dituduh untuk melakukan penggiringan opini kepada masyarakat, sebab metodologi, sampling dan lainnya sangat ketat dan ilmiah.
Hasilnya juga, kata Pangi, dapat dipertanggung jawabkan baik secara etik maupun ilmiah apabila ada yang meragukan atau merasa dirugikan dengan hasil quick count.
“Begini, quick count itu kan empirik objektif, artinya apa yang dilihat di C1 plano itu yang dilaporkan tidak bisa ngarang-ngarang, bukan asumsi, bukan opini, tapi itu adalah hasil dari data yang disalin bukan omongan orang, kan tertulis, itu dipindahkan ke data kita semuanya yang TPS terpilih,” paparnya.
Lebih jauh, Pangi menjelaskan bahwa lembaga survei tidak akan mungkin bermain dengan data karena sudah sesuai dengan metodologi yang baku, termasuk pemilihan sampling.
“Semua TPS yang dijadikan sampling punya potensi untuk terpilih sebagai sampel, yang disebut sebagai probability sampling, begitu,” imbuhnya.
Lanjut Pangi menyampaikan, pengambilan sampel juga dilakukan oleh seorang yang ahli, sampel sudah ditentukan sebelum pencoblosan berlangsung.
Hal itu ditegaskan Pangi untuk menepis sangkaan sampel quick count hanya di TPS di mana Prabowo-Gibran yang menang.
“Kan ada juga asumsi atau opini itu kita ngambil sampel-sampel yang Prabowo menang, kan ngawur. Padahal sampling itu sudah disiapkan sebelum petugas quick count itu turun di lapangan,” tegasnya.
Pangi melanjutkan, quick count berupaya untuk menjaga data secara cepat dan akurat, sementara terkait adanya kecurangan atau tidak itu tidak dapat ditangkap oleh quick count.
Dia mengatakan, pihak yang tidak percaya hasil pemilu ini dapat menggunakan hak konstitusinya untuk melaporkan ke pihak berwenang, tidak hanya menggiring opini yang membahayakan legitimasi hasil pemilu.
“Data tetaplah data, soal kecurangan dan lainnya, itu di luar jangkauan kita, saya gak ke sana tapi intinya quick count itu berupaya untuk menjaga data itu tetap bukan hanya cepat tetapi akurat dan tidak ada kecurangan,” urainya.
Dikatakan Pangi, kecurangan dalam pemilu mungkin bisa saja terjadi, tetapi untuk membuktikannya harus dengan data dan bukti yang kuat.
“Apakah kecurangan itu mungkin ada, apakah kemudian bisa mengubah posisi calon presiden dan calon wakil presiden yaitu juga harus didiskusikan bagaimana caranya tinggal dibuktikan bagaimana itu dibuktikan di mana saja kan pelanggarannya itu saja,” tuturnya.
“Bagaimana kemudian terpenuhi unsur terstruktur, sistematis dan masif itu hak konstitusi warga negara itu, biarkan mereka bersuara, itu boleh. Tetapi probability-nya berapa persen, apakah bisa membuktikan kan challenge kan di situ, tantangannya di situ,” lanjutnya.
Selain itu, Pangi menghimbau agar para pendukung atau relawan capres-cawapres agar tidak membuat hoax atau berita palsu soal hasil quick count yang berpotensi membuat resah masyarakat.
Pangi memberikan contoh hoax yang beredar di kanal X atau Twitter, terdapat tangkapan layar yang menampilkan nama stasiun televisi swasta serta menunjukkan waktu pukul 15.21 WIB. Pada bagian perolehan hitung cepat, terlihat logo Voxpol Center Research and Consulting. Per Kamis (15/2) pukul 17.30 WIB, unggahan tersebut telah dilihat sekitar 4,6 juta kali di media sosial X.
Pada tangkapan layar yang dinyatakan Voxpol sebagai hoaks itu, terlihat capres-cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 41,37 persen, sementara paslon omor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming mendapat suara 33,33 persen dan paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md mendapat 25,30 persen suara.
“Jadi pada data kita ini kelihatan di menit yang tersebar di screen capture (tangkapan layar) di televisi nasional CNN itu, itu betul-betul hoaks sangat rapi, hampir tidak terlihat gradasi warnanya, bagaimana mengeditnya, hampir tidak ada jejak di foto tangkapan layar itu, begitu luar biasa kejahatan seperti ini,” jelas Pangi
Pangi berharap agar pihak yang kalah untuk berhenti menyebarkan hoax yang dapat memprovokasi masyarakat dengan isu-isu tidak bertanggungjawab.
“Kalau memang ada pelanggaran bagaimana kemudian terpenuhi terstruktur, sistematis dan masif, itu hak konstitusi warga negara, tetapi apakah bisa membuktikan di situ tantangannya,” tukas Pangi.