EKBISBANTEN.COM – Kasus kekerasan seksual pada anak di Indonesia terus mengalami peningkatan secara signifikan setiap tahunnya.
Berdasarkan Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlingdungan Anak (PPPA), jumlah korban kekerasan seksual pada anak sepanjang tahun 2019 hingga 2023 mengalami peningkatan.
Bahkan, tahun 2022 tercatat sebagai tahun dengan jumlah kasus kekerasan seksual tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Jumlah kekerasan seksual anak pada 2019 sebanyak 6.454 kasus dan meningkat menjadi 6.980 di 2020. Selanjutnya pada 2021, jumlahnya melonjak menjadi 8.730 kasus.
Selanjutnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada tahun 2022 mencatat adanya angka kenaikan menjadi 8.820 anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Sedangkan pada tahun 2023 jumlah kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak di Indonesia mencapai 9.645 kasus. Kasus itu terjadi sepanjang Januari sampai 28 Mei 2023.
Jika diperinci berdasarkan jenisnya, kasus kekerasan seksual terhadap anak menduduki peringkat pertama dengan 4.280 kasus yang tercatat sampai 28 Mei 2023.
Sebelum membahas lebih jauh, mari kita simak apa sebenarnya kekerasan seksual pada anak?
Kekerasan seksual pada anak merupakan suatu tindakan atau perbuatan pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual maupun aktivitas seksual lainnya seperti pencabulan, sodomi, eksibisionisme, dan melakukan martubasi di hadapan korban yang dilakukan oleh orang dewasa atau orang yang lebih tua terhadap anak dibawah umur.
Di mana anak dipergunakan untuk memuaskan kebutuhan seksual pelaku yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja tanpa memandang budaya, ras dan strata masyarakat.
Padahal sejatinya, anak merupakan aset generasi penerus bangsa yang seharusnya dijaga dan dilindungi bukannya dijadikan bahan tempat melampiaskan hasrat seksual.
Kekerasan seksual yang dilakukan pada anak tentu dapat menimbulkan dampak serius.
Seperti apa dampak yang dirasakan oleh anak yang menjadi korban kekerasan seksual?
Kekerasan seksual yang dilakukan pada anak dapat menimbulkan berbagai dampak yang serius terhadap korban.
Secara fisik dapat merusak area genital anak, bahkan anak bisa tertular penyakit menular seksual seperti sifilis, gonore, hepatitis B, bahkan virus HIV/AIDS.
Secara emosional atau psikis, anak yang menjadi korban kekerasan seksual akan mengalami trauma yang mendalam bahkan sampai seumur hidup, stres, depresi, dan goncangan jiwa.
Selain itu juga adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, gangguan makan dan gangguan kecemasan, rasa takut berhubungan dengan orang lain, disfungsi seksual, keinginan bunuh diri, dan keluhan somatik.
Lebih mirisnya pelaku kekerasan seksual umumnya adalah orang terdekat sang anak, seperti ayah tiri, guru, paman, kakek, saudara laki-laki, atau bahkan ayah kandung si anak sendiri.
Lantas faktor apa yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual pada anak?
Menurut Hertinjung (2009), faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual pada anak karena posisi anak yang dipandang sebagai pihak yang lemah dan tidak berdaya, moralitas masyarakat khususnya pelaku kekerasan seksual yang rendah, kontrol dan kesadaran orang tua serta peran dalam mengantisipasi tindak kejahatan pada anak.
Lalu bagaimana peran orang tua dalam upaya pencegahan agar tindak kekerasan seksual tidak terjadi pada anak?
Peran orang tua sangat penting dalam upaya pencegahan tindak kekerasan seksual pada anak.
Karena orang tua merupakan orang terdekat bagi sang anak. Oleh karena itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua dalam upaya pencegahan tindak kekerasan seksual pada anak.
Yang pertama, karena banyaknya kasus tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh Ayah kandung terhadap anak sendiri, maka upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh orang tua di sini khususnya ayah kandung adalah harus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar jangan sampai kita ayah kandungnya sendiri yang melakukan hal tersebut kepada anak, yang dapat membawa kesengsaraan lahir dan batin pada anak.
Kedua, orang tua dapat memberikan pendidikan seksual kepada anak sejak usia dini. Pendidikan seksual untuk anak mungkin terlihat aneh, tabu, atau asing bagi masyarakat maupun sebagian orang tua, tetapi perlu diketahui bahwa Pendidikan seksual bagi anak sangat penting dan sangat diperlukan.
Jadi para orang tua jangan ragu untuk memberikan bekal pendidikan seksual kepada anak, karena pendidikan seksual pada anak akan sangat berguna untuk meminimalisir dan mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual pada anak.
Ketiga, orang tua harus mengajarkan anak untuk menjaga tubuh, beri tau pada anak bagian tubuh mana saja yang tidak boleh disentuh, dilihat, apalagi diraba oleh orang lain.
Keempat, orang tua juga harus mengajarkan anak untuk berani menolak secara tegas apabila ada orang yang ingin menyentuh atau melakukan sesuatu yang bisa membahayakan dirinya serta melakukan pembelaan atau penyerangan guna melindungi diri, mungkin disini kita bisa membekali anak dengan ilmu bela diri seperti silat atau karate.
Terakhir, orang tua harus bisa menjalin komunikasi yang baik dengan anak. Dengan komunikasi orang tua bisa mendapatkan informasi maupun gambaran terhadap kondisi yang dialami oleh anaknya serta dengan siapa saja anaknya berinteraksi. Setidaknya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dapat menjadi upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak.
Demikianlah pembahasan mengenai peran penting orang tua dalam upaya pencegahan tindak kekerasan seksual pada anak.
Diharapkan semua orang tua dapat memaksimalkan peranannya karena ini bisa menjadi suatu benteng yang kuat bagi sang anak serta untuk meminimalisir dan mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak.
Terakhir, penulis berharap semoga dengan peningkatan peran orang tua tersebut di atas, angka kasus kekerasan seksual baik itu pada orang dewasa maupun pada anak-anak di Indonesia dapat menurun.*
*Penulis adalah mahasiswa program studi Akuntansi Universitas Sutomo.