Jumat, 29 November 2024
Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Filosofi Intelijen Indonesia

Irfan Fahrulroji Suparlin and

| Selasa, 20 Juni 2023

| 09:42 WIB

Ilustrasi intelijen saat beroperasi. (Foto: Istimewa)

Oleh: Deokeny Indrawan, Hardiansyah Rizky Ramadhan, dan Yogi Ramadhan.

CILEGON, EKBISBANTEN.COM – Pembahasan di awali dari bagaimana penggambaran intelijen itu sendiri tentang sebuah organisasi ataupun lembaga yang dikhususkan, juga dibentuk oleh negara dalam hal kewaspadaan serta kecurigaan terhadap ancaman-ancaman yang akan mengancam daripada pertahanan ataupun ketahanan negara itu sendiri.

Di mana dalam hal ini suatu intelijen merupakan sebuah lembaga ataupun kelompok dan organisasi yang memiliki kewenangan khusus dan juga beberapa peraturan, serta tindakan terkait hal-hal yang sudah diatur dan juga dilimpahkan kepada lembaga tersebut dalam menjalankan tugasnya untuk negara(Widjajanto et al., 2006).

Filosofi intelijen di Indonesia dapat digambari dan juga dijelajahi dimulai dari zaman Orde Baru yaitu zaman pemerintahan Presiden Soeharto, di mana asal muasal daripada intelijen di Indonesia berangkat dari bagaimana cara Presiden Soeharto memperlakukan para komunis saat itu.

Bermula dari bagaimana pandangan Soeharto kepada Presiden Soekarno saat itu, yang di mana ia berpandangan terhadap Soekarno yang terlalu condong ke arah Blok Timur yang notabene Blok Timur memiliki basis-basis mayoritas dengan pemahaman komunisme seperti Republik Rakyat Tiongkok dan juga Uni Soviet kala itu.

Pada masa itu Soeharto ingin menyingkirkan sampai ke akar-akarnya tentang pemahaman dan juga praktik daripada komunisme dalam sebuah ideologi di dalam tata negara di Indonesia.

Penyingkiran itu bermula dari bagaimana pemerintahan Soeharto memiliki mata-mata dan orang-orang yang dilatih secara khusus untuk menjadi semacam pengeksekusi dalam hal pencarian informasi, serta beberapa tindakan penting yang diutus langsung oleh Soeharto kala itu.

Dalam hal ini ditilik dari sejarahnya, beberapa pandangan Soekarno yang menghasilkan banyaknya pendukung bentuknya Soekarno yang di mana saling berkaitan satu sama lain dalam hal organisasi ataupun kelompok masyarakat yang menjadikan pemerintahan Soeharto saat itu ingin membasmi semua hal yang berbau dengan ideologi komunis ataupun pengikut daripada orde lama.

Pemahaman lain juga dapat dikaitkan dengan bagaimana ditilik dari Fakultas Sejarah bahwasanya beberapa kejadian yang terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru tentang bagaimana pembasmian komunis beserta antek-anteknya dan juga ideologinya, justru salah satu dampak buruknya menuju kepada awal dari adanya perspektif ataupun pandangan kepada etnis Tionghoa di Indonesia.

Dalam hal ini pandangan yang diberikan pada saat itu bahwasanya peran komunisme dan juga ideologinya sangat lekat dengan bagaimana Republik Rakyat Tiongkok itu berjalan, serta dikaitkan satu sama lain dengan orang-orang etnis Tionghoa di Indonesia kala itu(Suwirta, 2018).

Dari situ pemerintahan Soeharto seolah-olah menekan dengan sangat terkait hal-hal yang berbau komposisi, serta hal-hal yang berbau dengan etnis ataupun suku Tionghoa Tiongkok dan juga Cina yang di mana dalam hal ini pembentukan intelijen secara informal dari pemerintah saat itu menjadikan salah satu cikal bakal adanya intelijen di Indonesia.

Pembenahan juga terjadi tentang bagaimana penghapusan beberapa jejak histori dan juga kegiatan oleh para masyarakat etnis Tionghoa saat itu dengan penanaman ideologi komunisme yang melekat pada diri mereka sebagai etnis Tionghoa dan juga ideologi komunis yang ditekankan oleh pemerintah Orde Baru saat itu.

Beberapa kasus dan juga tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru, salah satu contohnya terkait bagaimana sebuah intelijen itu bekerja adalah praktik daripada Petrus ataupun penembakan misterius yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru dalam rangka mengamankan lingkungan di masyarakat.

Dari sana beberapa hal seperti intelijen ataupun mata-mata dari pemerintah Orde Baru menjadi tersebar dengan luas di tengah-tengah masyarakat dengan hadirnya sosok Petrus tersebut ataupun penembakan misterius, sebagai salah satu bentuk eksistensi dengan perumpamaan rahasia umum yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru dalam rangka menjalankan sistem pemerintahannya.

Walaupun pada sebelumnya pemerintah Orde Baru juga membuat tentara ataupun dari pihak militer menjadi sangat mendominasi baik itu dalam politik pemerintahan ataupun dalam sistem keamanan dan ketahanan negara, namun satu sisi militer terlalu mengambil andil yang sangat banyak dikarenakan beberapa kekuasaan dan juga dominasi yang didapat terlalu besar yang mengakibatkan adanya hal-hal ketimpangan daripada kekuasaan yang dilimpahkan kepada militer, baik dari segi politik pemerintahan serta penjagaan keamanan dalam rangka penamaan ABRI ataupun TNI saat itu.

Dalam hal ini posisi intelijen di Indonesia dalam pemerintahan Orde Baru memiliki stigma negatif dikarenakan beberapa tindakan dan praktik yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru atau Soeharto saat itu, menimbulkan banyak sekali kontroversi baik dalam segi Hak Asasi Manusia ataupun dalam hal demokrasi yang dikaitkan dengan transparansi, ataupun hal-hal dengan partisipasi yang ada kepada masyarakat ataupun publik yang dilakukan oleh pemerintah.

Hal itu justru menimbulkan banyaknya dampak negatif seperti adanya rasisme ataupun sara yang terjadi di lingkungan masyarakat dengan cara mengadu domba antara berapa suku ataupun etnis, khususnya etnis Tionghoa yang dikaitkan oleh komunisme yang dilakukan oleh ataupun dipraktikkan oleh Republik Rakyat Tiongkok saat itu.

Hal tersebut menjadi titik berat bagaimana suatu intelijen di Indonesia menjadi sebuah alat bagi pemerintahan Orde Baru dikarenakan hal-hal tersebut merupakan sebuah dominasi yang dapat disalahgunakan baik secara praktik ataupun secara penerapannya.

Namun jika dibahas dalam pandangan lain dapat dikatakan bahwa peran intelijen di Indonesia saat itu atau lebih tepatnya pada masa Orde Baru, lebih menekankan kepada dominasi ataupun intimidasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal menjaga keamanan negara baik dalam sektor nasional ataupun lokal.

Hal-hal tersebut menjadikan sedikitnya tindakan kriminal ataupun hal-hal yang berbau terorisme, dikarenakan tindakan dari pemerintah sendiri saat Orde Baru kala itu menjadikan banyaknya keraguan ataupun hal-hal yang dipertimbangkan oleh para tindakan kriminal untuk melakukan aksi-aksi kriminal yang akan mereka lakukan.

Fenomena itu jika ditilik dalam berbagai macam perspektif, hal itu merupakan sisi positif ataupun pandangan baik tentang bagaimana sebuah pemerintahan berjalan dengan mencondongkan pandangan ataupun perspektif dari segi ketegasan yang dilakukan kepada tindakan kriminal untuk menekan angka-angka kriminal yang terjadi di masyarakat serta beberapa kejadian kejahatan lainnya.

Dalam pengertian filosofi intelijen bermula kepada bagaimana pemerintahan Orde Baru ingin menyingkirkan stigma stigma ataupun pandangan tentang bagaimana pemerintahan Orde Lama itu berlangsung, yang dimana salah satu kaitannya adalah dengan kecenderungan Soekarno ke Blok Timur serta beberapa pendukungnya yang menerapkan ideologi komunisme.

Dalam artian lebih lanjut juga pemerintahan Orde Baru ingin mengecam dengan keras praktik komunisme beserta antek-antek ataupun ideologinya yang menjadikan adanya keterbentukannya lembaga-lembaga, ataupun kelompok-kelompok suruhan Presiden yang dibuat langsung oleh Soeharto saat itu tentang bagaimana membasmi dengan cara mengirim mata-mata ataupun para algojo dalam hal menumpaskan ancaman-ancaman negara daripada ideologi komunisme saat itu.

Intelijen dimaksudkan sebagai salah satu bentuk pertahanan negara dalam hal bidang kerahasiaan, di mana lembaga tersebut memiliki faktor kerahasiaan dan juga beberapa pengertian lainnya. Namun di sisi lain, banyaknya tumpang tindih serta pro kontra yang dialami intelijen di Indonesia menjadikan banyaknya evolusi yang terjadi daripada intelijen di Indonesia itu sendiri (Mahyudin, 2016).

Filosofi intelijen Indonesia juga mengartikan bagaimana sebuah ancaman yang terjadi pertama kali di Indonesia saat itu, saat negara Indonesia secara resmi terbentuk merupakan pertentangan ideologi yang dialami oleh Indonesia dan juga tentang tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah saat itu, yang di mana dalam hal ini intelijen justru lebih ke arah intimidasi dibandingkan dengan mempertahankan ataupun menjaga keamanan bagi negara itu sendiri.

Editor :Rizal Fauzi

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top