SERANG, EKBISBANTEN.COM – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (DP3AKKB), Sitti Ma’ani Nina mengatakan terdapat 646 kasus kekerasan perempuan dan anak di provinsi Banten pada tahun 2022.
Sementara per Februari 2023 ini, baru tercatat sebanyak 55 kasus. Hal itu diungkapkannya kepada awak media usai menghadiri Rapat Koordinasi inflasi, di Pendopo Gubernur Banten, Senin (6/3/2023).
“Nah 646 itu yang kita selamatkan. Jadi dalam arti kata penanganannya yah, kalau misalkan sekarang ini kasus misalkan ada 55 itu di tahun ini baru 55 yang kita selamatkan,” katanya.
Kendati demikian, ketika ditanya perihal data kekerasan yang melibatkan seksual untuk sebaran daerah Banten, Sitti enggan merincinya. Ia beralasan, hanya fokus untuk penanganannya.
“Karena bagaikan gunung es, segini saja masih banyak mungkin yang belum lapor,” ungkapnya.
Terkait penanganan, Nina mengimbau para korban untuk segera melapor agar dapat ditangani dengan segera.
“Bahwa siapapun yang merasa terkena pelecehan, pencabulan, trafficking dan itu bisa melapor kepada Sapa12, bisa melapor kepada aplikasi kami, bahkan bisa mendatangi Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA),” ujarnya.
Penanganan tersebut dapat berupa mendapatkan kembali hak-hak korban mulai dari pendidikan, kesehatan, kebutuhan sehari-hari bahkan aspek psikologisnya pun tak luput dari penanganan.
Selain itu, dirinya menekankan partisipasi dari masyarakat untuk segera melaporkan jika terdapat kasus kekerasan baik fisik maupun seksual bagi anak dan perempuan.
Karena Sitti menduga masih banyak kekerasan yang terjadi masyarakat dan tidak tertangani dengan baik.
Menurutnya juga, kekerasan tak mengenal tempat, bahkan lembaga pendidikan konvensional maupun agama dapat menjadi sarang kekerasan.
“Dititipkan di Pondok Pesantren pun harus tetap dicek keberadaannya dengan siapa, kalau sakit di mana, karena modus-modusnya hampir rata-rata berbeda. Jadi harus tetap waspada,” pungkasnya.***