Jumat, 20 September 2024
Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Gelar AICIS 2022, Kemenag Soroti Pentingnya rekonsteksualisasi Islam Lewat Wahana Akademis dan Intelektual

Admin

| Jumat, 21 Oktober 2022

| 16:09 WIB

Yaqut
Menteri Agam, Yaqut Cholil Qoumas.(FOTO: DOK. KEMENAG).

EKBISBANTEN.COM – Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menggelar Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS).

Kegiatan yang berlangsung di Mataram, 20–22 Oktober 2022 tersebut mengangkat tema: “Future Religion in G-20, Digital Transformation, Knowledge Management and Social Resilience”.

AICIS diikuti para akademisi kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan peserta lainnya. Ajang akademis ini melibatkan para narasumber kunci dan pembicara undangan yang berasal dari mancanegara, dan dari latar belakang agama yang berbeda pula.

Dalam sambutannya saat membuka kegiatan, Menag Yaqut Cholil Qoumas meminta agar AICIS tidak hanya membahas public policy, tapi juga tema-tema yang relevan dengan konteks masa kini, baik nasional maupun global.

Karenanya, Menag kembali berpesan tentang pentingnya rekonsteksualisasi Islam melalui wahana-wahana akademis dan intelektual.

Menurut Menag, hingga saat ini, wawasan Islam klasik masih didominasi pandangan yang menempatkan non-muslim sebagai musuh atau sekurang-kurangnya sebagai pihak yang harus dicurigai dan diwaspadai.

“Non-muslim dinyatakan tidak memiliki kedudukan dan hak yang setara dengan muslim di berbagai ruang publik. Padahal, wawasan Islam klasik memiliki otoritas yang sangat kuat di mata umat Islam dan dianggap sebagai standar ortodoksi Islam,” ungkapnya.

Hal ini, menurut Menag, menjadi tantangan tersendiri bagi akademisi, tidak hanya pada aspek pandangan keagamaan saja, tapi juga otoritas pandangan tersebut yang nyata berpengaruh secara luas dan membentuk cara berpikir dan mentalitas umat Islam seluruh dunia.

Proses-proses sosial politik, katanya, sangat menentukan terwujudnya otoritas tersebut, sehingga diperlukan bangunan strategi yang menggabungkan tiga elemen utama.

“Pertama, mendorong berkembangnya wacana rekontekstualisasi Islam melalui wahana-wahana akademis dan intelektual,” jelasnya.

Elemen kedua, terang Menag, adalah mendorong terbentuknya konsensus-konsensus di antara kekuatan-kekuatan politik global untuk mendukung upaya rekontekstualisasi Islam dan melegitimasi pandangan Islam yang sesuai konteks kekinian dan nilai-nilai kemanusiaan.

“Elemen ketiga, mendorong tumbuhnya gerakan sosial di tingkat akar rumput untuk menerima nilai-nilai kemanusiaan sebagai nilai universal yang mempersatukan seluruh umat manusia serta mengoperasionalkannya dalam kehidupan sosial-budaya yang nyata,” terangnya.

“Karena yang dihadapi adalah masalah global, maka strategi yang dibangun untuk mengatasinya pun harus berskala global pula. Kita berharap, AICIS menghasilkan peta jalan yang dapat dieksekusi dengan melibatkan para pemimpin dunia, bukan hanya pemimpin agama dan bukan hanya agama Islam saja, tapi seluruhnya secara inklusif, termasuk para pemimpin politik, pemimpin organisasi-organisasi sosial dan pusat-pusat pendidikan, selebriti, dan sebagainya,” sambung Menag Yaqut.

Lebih lanjut, Menag menuturkan upaya ini menuntut dibangunnya argumentasi yang kokoh secara akademis dan dukungan legitimasi yang kuat secara global. Jika ini berhasil, maka pandangan yang menentang upaya rekontekstualisasi Islam dengan sendirinya akan terpinggirkan.

“Inilah kenapa saya memberi dukungan penuh kepada AICIS ini,” tegasnya.

Bagi Indonesia, lanjut Menag, rekontekstualisasi Islam bukan lagi sekadar kehendak, tapi sudah dilakukan.

“Salah satu contohnya adalah yang dilakukan para ulama Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang telah memberikan legitimasi keagamaan terhadap keberadaan NKRI berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika,” pungkasnya.*

Editor :Rizal Fauzi

Bagikan Artikel

Terpopuler_______

Scroll to Top