Pegunungan yang masuk ke dalam teritorial Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang merupakan cikal bakal lahirannya kopi robusta gunung karang. Kopi tersebut dikembangkan oleh sekelompok aktivis tani.
Salah seorang pengembang kopi robusta gunung karang, David Sholahudin menceritakan, awal mula dipopulerkannya kopi robusta gunung karang itu berangkat dari semangat memajukan petani di desa-desa khususnya petani kopi. Langkah awal itu dimulai pada tahun 2015 yang baru berbicara konsep pengembangan kopi.
Pada tahun 2017, dirinya beserta kawan-kawannya bersepakat untuk mendengungkan nama kopi robusta gunung karang ke pelosok Provinsi Banten.
“Kita berawal dari 2015, kita mulai mencari orientasi kopi pengolahan panen secara khusus. Pada tahun 2017 kita kemudian melakukan ekspos secara besar-besaran melalui badan kelompok aktivis petani dengan nama warung tani,” kata David kepada Ekbisbanten.com, Rabu (28/7).
Perkembangan yang bagus ditunjukkan setiap tahunnya, lanjut David, hingga pada tahun 2019 dirinya berserta yang lainnya mengatur siasat kembali. Langkah itu diambil semata-mata untuk kemajuan perkembangan kopi robusta khas gunung karang. “Kemudian 2019 kita bersepakat untuk mendirikan koprasi dengan nama koprasi petani Indonesia Provinsi Banten,” lanjutnya.
Kopi tersebut, dijelaskan mantan Ketua DPD Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMN) Banten, diambil dari petani yang sebelumnya dilakukan pembinaan oleh kelompoknya. Pembinaan yang cukup lama itu pun berbuah manis.
“Sementara petani kopi binaan kita itu baru 3 desa, sedangkan menurut teritorial Kabupaten Serang saja sebanyak 7 desa dimana masyarakatnya bertani kopi di gunung karang. Sedangkan 4 desa yang masuk ke Kabupaten Pandeglang,” jelasnya.
Tak tanggung-tanggung, para petani yang dibina ditiga desa di sekitar gunung karang yang masuk wilayah Pandeglang sebanyak tiga desa itu menghasilkan 1 ton kopi setiap kali panennya. “Serapan pasar dalam setiap sekala panen dalam satu tahun itu dua kali panen. Satu kali panen kita menghasilkan 1 ton kopi,” pungkasnya.
Menurut data yang dihimpun oleh pihaknya, jumlah populasi tanaman kopi di sekitaran gunung karang mencapai ribuan pohon. Data tersebut dihimpun dari berbagai sumber.
“Data kami himpun populasi pohon kopi di sekitar gunung karang 7000 sampai 8000 pohon kopi. Di gunung karang itu kepemilikan tanahnya ada tiga kategori, pertama konservasi, hutan desa dan perkebunan rakyat. Kita baru melakukan pendataan baru di hutan rakyat,” ucapnya.
Kopi tersebut, dipaparkan pria lulusan S1 Universitas Islam Negri Sultan Maulana Hasanuddin Banten ini, berhasil di distribusikan ke berbagai pelosok khususnya di Banten dan umumnya Indonesia.
Keberhasilan itu, ditopang dengan adanya Koprasi Tani Indonesia yang ada di seluruh Indonesia. “Distribusi kopi gunung karang ini sudah luas karena koprasi yang naungi kita sudah ada di pusat. Koprasi Tani Indonesia yang di pusat ini dalam setiap tahun menyerap kopi 5 kwintal dalam setiap tahunnya. Dan meraka nanti membuka pasarnya ke berbagai pelosok,” paparnya.
Sementara, untuk pendistribusian pasar regional, dirinya baru sampai mengantarkan kopi khas gunung karang ini ke daerah Tanggerang.
“Untuk di pasar regional kita maksimal paling jauh di wilayah Tangerang raya. Sementara pasar Banten lainnya kita juga jajaki namun tidak terpenuhi secara keseluruhan permintaanya,” katanya.
Adapun ciri khas dari kopi robusta gunung karang ini mempunyai rasa yang berbeda dari kopi robusta pada umumnya. Dimana rasa dalam kopi keluar rasa asam seperti halnya kopi arabika.
“Ciri khas dari kopi gunung karang yang kita ketahui dari beberapa festival salah satunya festival kopi di BSD Tangerang. Saat itu ada tester. Hasil dari uji itu kita punya karakter khas dimana kopi robusta yang berbeda dengan lain. Karena kopi robusta gunung karang ini bentuknya kecil kemudian rasanya keluar rasa asam atau lebih miripnya ke arabika tapi jenis kita robusta,” ucapnya.
Terakhir, kata David, perkembangan kopi yang dikelola oleh dirinya mendapatkan kendala setelah badai pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Hal itu menyebabkan permintaan pasar kepada pihak mengalami penurunan secara drastis.
“Sebelum pandemi cukup bangus tingkat permintaanya, hanya saat pandemi turun drastis sampai 60 persen. Karena kondisi pandemi memunculkan kebijakan pembatasan dimana kedai kopi hanya menerima take away,” tutupnya. (Ocit)